Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta menganalisis pembekuan rekening WanaArtha Life dan mengumumkan hasilnya ke publik terkait aliran dana Jiwasraya. Ombudsman RI menilai, semestinya Kejagung melakukan mitigasi atas proses hukum yang bisa berdampak pada orang lain yang tidak terkait. Sehingga aset-aset yang terkait proses hukum bisa dipisahkan dari aset lain yang tak terkait.
“Kejaksaan mungkin ada cara untuk reserve ini dulu. Temuan duit itu kan ditaruh di institusi yang sama dari berbagai perusahaan asuransi. Ini yang dari dulu saya selalu bilang jangan dianggap nggak sistemik,” ujar Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Senin, 9 November 2020.
Ia berharap, Kejagung membuat kerangka mitigasi terhadap kasus yang berdampak pada orang banyak seperti ini. Dikatakannya, Kejaksaan bisa menganalisis, aset mana yang perlu dibekukan. Apakah rekening efek masuk dalam bagian yang disita atau bukan. Analisis oleh Kejaksaan itu, jelas dia, nantinya juga perlu disampaikan ke publik. Jangan sampai industri asuransi jadi punya alasan untuk tidak menyelesaikan kewajibannya.
“Dalam hal ini adalah hak-hak nasabah. Perlu ditelusuri proses transaksi nasabah yang sudah jatuh tempo apakah ada rekening yang di blok atau tidak. Kalau rekening milik perusahaan asuransi yang digunakan untuk mentransfer ke nasabah di blok, memang jadi korban nasabah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita Simanjuntak mengatakan, saat ini kasus Jiwasraya dengan terdakwa Benny Tjokro sudah ada putusan hakim meski baru di tingkat pertama.
“Aspek putusan itu kan sudah jalan juga perencanaan untuk pelaksanaan putusan itu. Kalau sudah putusan tentu yang bisa membatalkan putusan itu upaya hukum (banding). Namun kalau ada laporan menyangkut kode etik atau lain-lain menjadi ranah Komjak. Jadi, menyangkut uang nasabah itu, kan putusan pengadilannya bilang seperti itu. makanya, kita minta mereka gugat secara hukum saja,” ucapnya.
Dirinya menegaskan, jika para nasabah melapor ke Komjak maka pihaknya akan memproses dugaan penyalahgunaan wewenang atau kode etik lainnya yang dilakukan jaksa. “Kan kalau dia melaksanakan tugasnya dan oleh hakim terbukti tidak bisa disalahkan mereka menjalankan tugasnya. Tapi kalau ada laporan tercela atau menyangkut perilaku itu kita proses. Termasuk, penanganan kasus ini kalau diduga, atau ditengarai ada yang tidak profesional,” papar dia.
Namun kata dia, terkait dana nasabah, Komjak tidak punya wewenang untuk mengintervensi putusan pengadilan.
Barita membenarkan sejumlah nasabah Wana Artha melapor ke Komjak. Para nasabah, tidak menganggap rekening itu termasuk dalam uang dan kekayaan negara. “Tapi putsan pengadilan kan yang akhirnya menentukan demikian. Makanya kita menyarankan itu melakukan upaya hukum atau menggugat itu secara perdata. Tapi jaksanya tidak bisa disalahkan karena sudah melaskanakan tugasnya dan pengadilan membuktikan,” jelasnya.
Barita menambahkan, laporan terkait penanganan kasus dan pelanggaran kode etik oleh jaksa juga mesti disertai bukti-bukti yang mendukung. Agar saat meminta keterangan kepada Jaksa terkait, substansinya menjadi jelas. Kemudian jika sudah disertai bukti-bukti nantinya Komjak akan menyampaikan rekomendasi. (*)
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More