Jakarta – Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) merasa petani di Indonesia masih kesulitan mengakses pembiayaan untuk meningkatkan produktivitas lahan. KEIN mengajak semua pihak terkait untuk merumuskan program pembiayaan berkelanjutan bagi petani.
“Saya kira pasca KUT (kredit usaha tani), masalah permodalan petani masih belum juga selesai. Pertumbuhan produksi petani entah itu padi, jagung, secara umum semuanya meningkat, tapi apakah kesejahteraan petani ikut meningkat? Inilah yang harus kita bahas,” terang Ketua Pokja Pangan, Industri Pertanian, dan Kehutanan KEIN, Benny Pasaribu di sela focus group discussion (FGD) KEIN bertemakan Strategi Permodalan yang Berkelanjutan dalam Pengembangan Agribisnis Padi, di Jakarta, Senin, 29 April 2019.
Para petani, menurut Benny, masih kesulitan mengakses kredit dari perbankan. Alasannya, perbankan sering mensyaratkan adanya agunan/jaminan. Padahal untuk nasabah kredit usaha rakyat (KUR) dengan pinjaman di bawah Rp25 juta seharusnya bisa dilakukan tanpa jaminan.
“Tentu kita tidak bisa menyalahkan bank juga. Tapi kan selama ini NPL di sektor pertanian cukup rendah, di bawah 3%. Perbankan jangan juga hanya ingin memaksimalkan profit dari sektor ini,” imbuh Benny.
Slamet Edi Purnomo, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang hadir sebagai pembicara menambahkan, OJK pernah mengawali program pertanian lewat Aksi Pangan pada 2017. Program ini dilaunching di Sumatera Barat dan masih berjalan hingga sekarang.Program ini adalah upaya OJK dan kementerian terkait untuk mengakselerasi dan meningkatkan pembiayaan di sektor pangan.
Ia melanjutkan. sebenarnya semua infrastruktur untuk mendukung pembiayaan kepada petani sudah ada. Dari sisi risiko juga sudah ada asuransi yang mem-back up. Yang tidak ada sebenarnya sekarang itu gerakannya. Tidak ada yang mendorong upaya pembiayaan berkelanjutan bagi petani.
“Kita harus pikirkan industrialiasi di sektor pertanian. Value chain finance, dari hulu ke hilir. Dari petani sampai ke market. Ijon-ijon itu harus kita pangkas jadi keuntungan murni untuk petani. Sekarang kan yang untung paling banyak pedagangnya. Off takernya jangan hanya satu, harus banyak. Kalau satu nanti dia yang tentukan harga. Petani tidak akan kaya kalau begitu,” terangnya.
Slamet mengatakan, secara umum kredit ke sektor pertanian tumbuh 12,31% tahun lalu. Angka itu di atas pertumbuhan kredit industri yang sebesar 11,8%. Namun di awal 2019 pertumbuhan kredit ke sektor ini cuma naik 5%.
Dalam FGD tersebut, KEIN juga melibatkan industri perbankan, perusahaan penjaminan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, pelaku industri pertanian serta startup di sektor pertanian. (Ari A)
Jakarta – PT PLN (Persero) mencatat peningkatan transaksi pengisian daya kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) lebih… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menetapkan jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan sepanjang 2025 sebagai… Read More
Jakarta – Menjelang tahun baru 2025, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berada di atas Rp16.000 per dolar… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (27/12), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Jumat, 27 Desember… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More