Categories: Moneter dan Fiskal

Kegaduhan JK dan BI, Memicu Ketidakpastian Pasar

Jakarta – Kegaduhan yang terjadi antara Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Gubernur Bank Indonesia (BI) terkait dengan penurunan tingkat suku bunga acuan (BI rate), justru akan membuat kondisi perekonomian Indonesia semakin tidak pasti.

Pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Mantan Staf Khusus Presiden SBY bidang Ekonomi, Firmanzah, di Jakarta, Rabu, 25 November 2015. Menurutnya, pelaku pasar atau pengusaha menginginkan adanya kepastian terhadap perekonomian Indonesia saat ini.

“Di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang penuh akan ketidakpastian, maka statementstatement yang terkait dengan ketidakpastian itu harus dihindari dan dikurangi, karena akan berpengaruh kepasar,” ujar Firmanzah.

Dia menilai, perbedaan pendapat antara JK dan Gubernur BI, Agus DW Martowardojo terkait BI Rate, memiliki alasan yang sama-sama kuat. “Dua-duannya punya dua argumen, pak JK liat dari sisi sektor rill, kemudian BI liat dari stabilitas sistem keuangan,” tukasnya.

Kendati begitu, dia menegaskan, bahwa BI Rate tidak selamanya untuk menentukan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pada 2013 dan 2014 lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh lebih baik dibandingkan dengan 2015, meski suku bunga acuan di level yang cukup tinggi.

“Tahun-tahun sebelumnya suku bunga kita tinggi, tapi pertumbuhan ekonomi juga tinggi. Jadi suku bunga bukanlah satu-satunya yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Tapi bahwa suku bunga diturunkan biaya modal yang akan lebih rendah, itu baru seperti itu,” ucap Firmanzah.

Dia menambahkan, perekonomian Indonesia saat ini masih dibayang-bayangi oleh ketidakpastian global. Adanya kondisi tersebut, maka pemerintah atau otoritas moneter dengan otoritas fiskal seharusnya tidak melakukan aksi yang membuat pasar semakin tidak confidence dengan iklim usaha.

“Gaduh antar kementerian itu kontraproduktif di tengah ekonomi yang tidak pasti. Kita mencari kepastian, di depan kita pejabat malah berargumen satu sama lain,” paparnya.

Untuk menghindari perbedaan ini, ada Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang bisa menjadi wadah para pejabat otoritas fiskal dan moneter untuk berkoordinasi. Dimana di dalam forum tersebut ada Menteri Keuangan, BI, Kegaduhan JK dan BI, Memicu Ketidakpastian Pasar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

‎”Di sana mediumnya untuk harmonisasi kebijakan. Sebaiknya itu dirumuskan di forum itu. Karena kalau beda pendapat dari pemerintah dan otoritas moneter di depan pelaku usaha, justru kita menambah ketidakpastian,” tutupnya. (*) Rezkiana Nisaputra

Apriyani

Recent Posts

Per September 2024, Home Credit Membantu Distribusi Produk Asuransi ke 13 Juta Nasabah

Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More

6 hours ago

Berkat Hilirisasi Nikel, Ekonomi Desa Sekitar Pulau Obin Tumbuh 2 Kali Lipat

Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More

6 hours ago

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

6 hours ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

7 hours ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

8 hours ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

8 hours ago