oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham Asia hari Selasa 9 Februari 2016 umumnya ditutup melemah. Bursa saham Jepang turun signifikan setelah investor khawatir mengenai potensi resesi global, dan nilai tukar Yen yang terus menguat terhadap USD. Indeks Nikkei turun 5,40% dan Australia ASX turun 2,88%. Bursa saham China dan Taiwan libur selama seminggu, sementara bursa saham di Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, Malaysia dan Vietnam libur kemarin. Pasar Eropa juga ditutup melemah melanjutkan pelemahan hari sebelumnya akibat penurunan harga saham perbankan yang disebabkan oleh kekhawatiran akan resesi global. Pasar Eropa juga melihat penurunan indikator industrial output Jerman yang lemah. FTSE 100 Inggris turun 1,00%, DAX Jerman turun 1,11%, CAC 40 Perancis turun 1,69% dan IBEX 35 Spanyol turun 2,39%. Pasar ekuitas US ditutup turun tipis seiring penurunan harga minyak. DJIA turun 0,08%, S&P 500 index turun 0,07%, dan NASDAQ composite turun 0,35%. Pagi ini pasar Asia dibuka melemah, Nikkei turun 0,54% (07.50 WIB).
Pasar saham Jepang kemarin ditutup turun signifikan, di mana indeks Nikkei turun 5,40%. Sementara yield Japan Government Bonds (JGB) tenor 10 tahun menyentuh level minus 0,025%, untuk pertama kalinya dalam sejarah. Artinya investor bersedia membeli JGB tenor 10 tahun dan pada saat jatuh tempo memperoleh pokok yang lebih kecil dibandingkan saat berinvestasi. Penguatan nilai tukar Yen terus terjadi bahkan hingga menyentuh level 114,20 yen per USD pada perdagangan kemarin, jauh di bawah level saat BOJ mengumumkan kebijakan tingkat bunga negatif tanggal 29 Januari 2016 yang saat itu Yen melemah hingga mencapai 121,14 Yen per USD. Penguatan Yen ini terjadi karena investor khawatir akan kemungkinan terjadinya resesi global. Selain itu investor khawatir dengan kesehatan sektor perbankan dan perusahaan sektor energi serta adanya ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate. Memang secara historis investor akan membeli Yen sebagai safe haven asset pada periode penuh ketidakpastian.
Meskipun hal ini berdampak positif bagi Pemerintah Jepang dalam menerbitkan JGB karena rendahnya yield, namun penguatan Yen ini akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan Jepang khususnya yang berorientasi ekspor. Pelaku pasar menerjemahkannya dengan menjual saham di bursa saham Jepang dan membeli JGB. Perdana Menteri Jepang telah menyatakan kekhawatirannya akan penguatan Yen, dan meningkatkan pemantauan terhadap pergerakan mata uang Yen.
Dari Jerman data German industrial output bulan Desember turun 1,2% dibandingkan bulan sebelumnya. Pelaku pasar memperkirakan output industrial Jerman naik 0,5%. Ekspor dan Impor Jerman bulan Desember juga turun masing-masing sebesar 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan demikian Jerman menutup tahun 2015 dengan turunnya kinerja sektor industri.
Obligasi Pemerintah di negara maju terus turun. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar USD7 triliun atau 29% obligasi Pemerintah secara global yang memiliki yield negatif. Yield Japan Government Bonds 10 tahun mencapai minus 0,025% untuk pertama kalinya, yield UST 10 tahun mencapai 1,73%, yield obligasi Pemerintah Jerman sampai tenor 8 tahun semuanya di bawah nol, sementara untuk yang 10 tahun terus turun hingga mencapai 0,19%, sementara yield obligasi pemerintah Swiss tenor 2 tahun mencapai minus 0,95% rekor yield terendah di kelompok obligasi Pemerintah negara maju. Banyaknya berita negatif termasuk turunnya kinerja sektor perbankan global dan tidak adanya berita positif membuat pelaku pasar menjual risky asset dan membeli safe haven asset (flight to quality).
Terkait dengan hal tersebut, melalui Fed news release, the Fed meminta bank untuk menyertakan skenario yield UST yang negatif dalam stress test yang akan dilakukan tahun ini. Skenario ini menurut the Fed purely hypothetical, bukan forecast. Hal ini dilakukan dalam gambaran besar bahwa terdapat kecenderungan saat ini dan di masa mendatang kebijakan tingkat bunga nol (Zero Interest Rate Policy – ZIRP) akan berganti menjadi kebijakan tingkat bunga negatif (Negative Interest Rate Policy – NIRP). Resep untuk meningkatkan perekonomian di suatu negara melalui kebijakan tingkat bunga rendah hingga nol persen sudah tidak manjur lagi, karena negara lain melakukan hal yang sama. Hal ini membuat negara tersebut menurunkan kebijakan tingkat bunga menjadi negatif dan tentu akan diikuti pula oleh negara lainnya. Inilah yang disebut sebagai beggar-thy-neighbor monetary policy, dan bisa jadi dalam kurun waktu yang tidak lama, kebijakan tingkat bunga negatif akan menjadi tidak manjur dan memaksa negara-negara untuk terus menurunkan tingkat bunga hingga menjadi semakin negatif.
The Fed mulai melihat kemungkinan ini setelah melihat langkah yang dilakukan Bank of Japan akhir Januari lalu. Memang untuk AS tidak akan terjadi dalam waktu dekat, karena the Fed baru saja menaikkan Fed Fund rate bulan Desember lalu. Namun siaran pers the Fed tetap saja menarik untuk dicermati mengingat hal ini menunjukkan kesiagaan bank sentral AS untuk segala kemungkinan. The Fed’s chair Stanley Fischer bahkan telah menyatakan bahwa eksperimen tingkat bunga negatif di Eropa ternyata telah berdampak positif pada perekonomian Eropa lebih dari yang diperkirakan. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa apabila kondisi ke depan tidak berjalan lancar, the Fed dimungkinkan untuk mengadopsi kebijakan tingkat bunga negatif. Pelaku pasar menanti pidato Yellen hari Rabu dan Kamis ini di depan parlemen AS.
Harga minyak ditutup turun, setelah International Energy Agency (IEA) menyampaikan perkiraan over supply minyak tahun ini. Dalam laporannya kemarin, IEA memperkirakan surplus minyak dunia tahun 2016 akan lebih besar dibandingkan tahun 2015. Supply akan melampaui demand sebesar 1,75 juta barrel per hari di tahun 2016. IEA menyebutkan bahwa permintaan global akan turun seiring dengan perlambatan di Eropa, China dan AS. IEA memperkirakan harga rata-rata WTI crude tahun ini sebesar USD37,59 per barrel, sementara harga rata-rata Brent Crude tahun ini sebesar USD37,52 per barrel. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman Maret turun USD1,75 (5,9%) ke level USD27,94 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman April turun USD2,56 (7,8%) ke level USD30,32 per barrel.
Yield UST tidak berubah signifikan. Pergerakan yield UST sepenuhnya teknikal setelah penurunan yield yang tajam hari sebelumnya. Yield UST 10 year turun 1 bps ke level 1,73%, sementara UST 30 year naik 2 bps ke level 2,57%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 54 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Di Eropa yield German bund tenor 10 tahun naik 2 bps ke level 0,23%.
Pasar SUN hari Selasa ditutup sedikit melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 2 bps ke level 8,04%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 70 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup turun 30,32 poin (0,63%) ke level 4.768,62. IHSG terus berada di teritori negatif sepanjang sesi perdagangan kemarin. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 3,82% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net buy sebesar Rp0,34 triliun, sehingga year to date asing membukukan net buy sebesar Rp0,75 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah di level Rp13.612 per Dolar AS, menguat Rp12 dibandingkan penutupan hari Jumat. NDF Rupiah 1M berada di level Rp13.706 melemah Rp12 dibandingkan posisi Jumat. Persepsi risiko meningkat tipis, CDS spread 5Y naik 2 poin ke level 243. (*)
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More