Ekonomi dan Bisnis

Kebijakan Pinjam Jagung Pemerintah Bumerang Bagi Iklim Investasi

Jakarta – Keputusan Kementerian Pertanian (Kementan) meminjam jagung ke pihak swasta demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, akan memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Kebijakan pemerintah meminjam jagung ini dapat menjadi bumerang terhadap iklim investasi di Indonesia.

Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati di Jakarta, kemarin, 28 November 2018. “Jadi orang yang mau investasi di peternakan akan berpikir, bagaimana mau punya kepastian akan suplai dari pakan. Kalau pakannya tidak tercukup, kemudian ternaknya mati, siapa yang menanggung,” ujarnya.

Lebih menyulitkan lagi bagi pengusaha, bahwa Kementan tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan impor jagung. Kebersikukuhan Kementan akan adanya surplus, jelas dianggap menyusahkan kalangan usaha. Di sisi lain, tambah dia, kondisi ini menjadi dilematis bagi pemerintah yang ingin meningkatkan investasi.

“Kenapa tidak memberikan rekomendasi, karena yakin jagung surplus. Padahal di lapangan tidak ada,” ucapnya.

Menurutnya, kebijakan untuk meminjam jagung dari pihak swasta bukan sesuatu hal yang lazim. Namun, hal itu terlihat terpaksa dan harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam hal ini peternak unggas, lantaran kelangkaan dan mahalnya harga jagung di pasaran.

Sejatinya, lanjut dia, Perum Bulog tidak memiliki kewajiban menjaga stok jagung. Karena Bulog hanya diamanatkan untuk mencadangkan beras dan gabah. Sehingga, apa yang dilakukan Bulog merupakan tindakan responsif atas kenyataan di lapangan. Meski disadari bahwa swasta memiliki kebijakannya sendiri terhadap stok produksinya.

“Bulog tidak diamanatkan untuk jagung, hanya beras dan gabah. Apalagi berkali-kali Kementan bilang surplus. Kalau surplus kan seharusnya tidak terjadi kelangkaan dan harga tinggi, dong,” papar Enny.

Baca juga: Bulog Sebut Tak Ada Surplus Jagung

Senada, Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, peminjaman jagung ke pihak swasta adalah hal yang aneh. Bukan saja karena sebelumnya Kementan mengklaim ada surplus 12,98 juta ton jagung, tetapi peminjaman juga dinilai tak sehat untuk pihak swasta dan dunia investasi.

“Aneh sekali kalau klaim surplus, lalu malah pinjam jagung ke perusahaan swasta, ini kan secara tidak langsung mengakui kita kekurangan (jagung),” jelasnya.

Meski pinjaman jagung ini nantinya akam diganti ketika jagung impor sudah masuk, namun, sambung dia, kegiatan peminjaman ini menjadi preseden negatif bagi dunia usaha. Kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha, paradoksal dengan yang dilakukan Kementan.

“Para investor tentu akan melihat dan mengevaluasi setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat Kementan atau pemerintah. Membiarkan kenaikan bahan baku pakan dan malah meminjam untuk kebutuhan peternak, apa tidak ada cara yang lebih elegan?” tanyanya.

Dari sisi keuangan, peminjaman jagung ke pihak swasta ini juga jadi pertanyaan besar. Dijelaskan Anton, jika swasta meminjamkan aset produksinya sebanyak 10.000 ton atau 10 juta kilogram, maka dengan kisaran harga Rp5.000 per kilogram saja, ada dana Rp50 miliar yang dipinjamkan dari swasta ke pemerintah.

“Sekarang jagung sudah melebihi Rp6.000 per kilogram, kalikan saja, berarti 10.000 ton itu jadi Rp60 miliar. Jadi mengelola ekonomi harus dengan data yang betul, jangan klaim surplus, tapi impor 100.000 ton dan pinjam dulu ke swasta,” tandasnya.

Kementan tidak mampu menghadirkan stok jagung yang cukup untuk para peternak, sebagai pakan. Untuk itu, Kementan lantas memilih meminjam jagung dari 2 perusahaan pakan ternak besar (feedmill), yaitu Charoen Pokphand, dan Japfa, sebanyak 10 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan peternak.

Sebelumnya Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan Sugiono pernah menyatakan, pinjaman masing-masing sebanyak 5 ribu ton kepada tiap feedmill tersebut lantaran memang sudah ada kekurangan jagung di lapangan. Sementara itu, impor jagung yang direkomendasikan Kementan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke Tanah Air. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasa Marga Catat 1,5 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabotabek hingga H+1 Natal 2025

Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More

1 hour ago

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

7 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

8 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

8 hours ago

Harga Emas Antam, Galeri24, dan UBS Hari Ini Kompak Naik, Cek Rinciannya

Poin Penting Harga emas Galeri24, UBS, dan Antam kompak naik pada perdagangan Sabtu, 27 Desember… Read More

9 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

1 day ago