Pemerintah baru saja mengumumkan paket kebijakan jilid IV pada 15 Oktober lalu, namun apakah kebijakan tersebut bakal memberikan sentimen positif pada Rupiah? Rezkiana Nisaputra
Jakarta–Masih melemahnya laju Dolar AS di awal pekan kemarin, telah memberikan sentimen positif pada sejumlah mata uang negara-negara emerging market, termasuk Rupiah. Namun, penguatan yang terjadi mulai menunjukan terbatas seiring kenaikan yang cukup kencang dalam beberapa hari terakhir sebelumnya.
Sentimen yang mewarnai laju Rupiah tersebut, masih sama seperti pekan sebelumnya dimana masih tingginya ekspektasi pelaku pasar akan realisasi tidak hanya kebijakan Bank Indonesia (BI) saja, namun juga kebijakan pemerintah, penguatan laju harga komoditas, hingga masih berlanjutnya penguatan sejumlah mata uang Asia.
“Meski laju indeks US$ di pasar spot global sedang mengalami pelemahan namun, tidak mampu membuat laju Rupiah dapat bertahan di zona hijaunya,” ujar Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada dalam risetnya di Jakarta, Senin, 19 Oktober 2015.
Adanya rilis pelemahan data-data di Asia seperti antara lain, pelemahan ekspor dan impor price Korea Selatan hingga penurunan ekspor dan impor Tiongkok, kata dia, telah berujung pada pelemahan sejumlah mata uangnya. Kenaikan Dolar AS atas sejumlah mata uang juga membuat Rupiah akhirnya menyerah setelah mengalami kenaikan kurang lebih 8,4%.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan I sampai III, sedangkan pada Kamis, 15 Oktober 2015 lalu, pemerintah juga sudah mengumumkan paket kebijakan jilid IV. Namun pertanyaannya, apakah imbas dari paket kebijakan IV yang telah dirilis dan diumumkan oleh pemerintah bakal memberikan sentimen positif ke Rupiah?
“Mungkin bisa, akan tetapi, untuk saat ini pelaku pasar lebih merespon sentimen yang ada di depan mata terkait dengan kembali melemahnya sejumlah mata uang Asia sehingga untuk sementara sentimen dari paket-paket tersebut dilewati,” jawab Reza.
Masih berlanjutnya pelemahan indeks Dolar AS di pasar spot valas global, seiring dengan masih melemahnya data-data AS yang antara lain seperti, pertumbuhan penjualan ritel di bawah estimasi yang memberikan kesempatan pada sejumlah mata uang regional untuk dapat menguat. Rupiah pun turut terbantukan dengan kondisi tersebut sehingga dapat berbalik menguat.
“Apalagi rilis neraca perdagangan kembali tercatat surplus. Meski pertumbuhan ekspor dan impor tercatat turun dari sebelumnya namun, tidak terlalu direspon negatif,” ucap dia.
Kenaikan indeks kurs sejumlah mata uang terhadap Dolar AS telah membantu Rupiah untuk berbalik menguat. Namun di akhir pekan kemarin, Dolar AS kembali menguat dan Rupiah pun akhirnya mengalami pelemahan di tengah harapan masih akan berlanjutnya tren penguatan. Laju Rupiah sempat berada di atas target resistance Rp13.400, yakni di level Rp13.625-Rp13.320/USD (kurs tengah BI).
“Sentimen yang datang dari rilis kenaikan inflasi inti AS yang diikuti penurunan klaim penganggurannya dirasakan positif oleh laju US$ sehingga mampu berbalik naik dari pelemahan dalam beberapa waktu terakhir,” papar Reza.
Dengan penguatan laju Dolar AS tersebut, lanjut dia, Rupiah pun akhirnya mengalami pelemahan di tengah harapan masih akan berlanjutnya tren penguatan. Apalagi laju penguatan Rupiah sudah banyak mengalami kenaikan sehingga mulai berkurang penguatannya dan cenderung bergerak melemah.
“Pelemahan ini juga turut didukung dengan pelemahan sejumlah mata uang antara lain indeks kurs EUR-USD, GBP-USD dan AUD-USD. Begitupun dengan indeks kurs USD-JPY, USD-CNY, USD-KRW, USD-HKD, dan lainnya, sehingga berimbas negatif pada Rupiah,” ujarnya.
Sebelumnya juga pernah disampaikan, bahwa masih melemahnya laju indeks Dolar AS dapat membantu Rupiah untuk bertahan di level yang positif. “Kamipun berharap penguatan dapat berlanjut seiring masih melemahnya indeks US$. Namun demikian, harus tetap mewaspadai kondisi riil lapangan dan mencermati sentimen di pasar,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menilai, mulai adanya pembalikan arah tersebut (penguatan Dolar AS) dikhawatirkan akan dapat memberikan peluang kembali terjadinya pelemahan pada Rupiah. Pelaku pasar dimungkinkan akan kembali melepas Rupiah dan kembali beralih ke Dolar AS, mengingat penurunan Rupiah yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir.
“Namun kita tetap harus mewaspadai kondisi riil lapangan dan mencermati sentimen di pasar. Laju Rupiah diperkirakan dibawah target support Rp13.295. Rp13.550-Rp13.525 (kurs tengah BI),” tambahnya.
Di tengah kondisi tersebut, Bank Indonesia mengungkapkan, bahwa tekanan terhadap stabilitas makro mulai mereda, sehingga kedepan terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. Namun, masih tingginya risiko ketidakpastian global, pihaknya akan tetap berhati-hati dan mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global yang lebih kondusif.
Sejalan dengan hal itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengatakan, fokus kebijakan Bank Sentral dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah stabilisasi nilai tukar, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing.
“Kami terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Kami juga akan memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelasnya. (*)
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More