Jakarta – Kasus dugaan pemerasan PT Freeport Indonesia dan pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh Ketua DPR, Setya Novanto, banyak dikomentari beberapa kalangan. Bahkan tidak hanya pengamat politik, tetapi juga pengamat pasar modal.
Menurut Pengamat pasar modal, Yanuar Rizky, kasus Setya Novanto merupakan politik adu domba. Karena Freeport dianggap sudah tidak lagi punya daya tawar tinggi.
“Jangan lupa, dalam kasus ini esensinya apa? Freeport sudah tidak punya daya tawar tinggi, sehingga kontraknya tidak bisa diperpanjang. Ini politik adu domba saja,” jelas Yanuar saat dihubungi Infobank, Senin, 30 November 2015.
Terkait divestasi 10,64% saham Freeport, ia sendiri menyarankan agar dilakukan lewat BUMN atau BUMD. Karena biar bagaimanapun sisi positifnya pemerintah daerah harus bisa memiliki saham Freeport, dan melihat hal ini pemerintah harus bisa lebih praktis.
Apalagi induk freeport butuh modal sangat tinggi. Hal ini karena utang jatuh tempo induknya sudah sangat banyak pada 2022-2025. “Debt to equity rasio induk usahanya kalau tidak salah mencapai 70% lebih,” ungkapnya.
Kalau lewat pendekatan mekanisme IPO, lanjutnya dalam kasus seperti ini tidak bisa. Karena statusnya akan sangat ribet. Asing juga bisa mengambil lagi, sehingga lebih baik diserahkan negara. “Ini bukan soal masalah market, tetapi juga negara,” tutupnya.
Sekedar informasi, ssaat ini komposisi pemegang saham freeport yakni Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS) 81,28%, Pemerintah Indonesia 9,36% dan PT Indocopper Investama 9,36%.
Sebelumnya PT Bursa Efek Indonesia berharap divestasi saham PT Freeport Indonesia bisa dilakukan lewat mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/ IPO) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio mengatakan otoritas bursa dapat membuat ketentuan yang mewajibkan pembelian saham IPO Freeport adalah rakyat Indonesia. Sementara, investor asing dapat menggenggam saham Freeport beberapa tahun setelah Freeport melantai di BEI.
Kita bisa bikin peraturan yang membeli harus rakyat Indonesia, itu keberpihakan namanya. Asing beli setelah beberapa tahun. OJK bisa bikin, bursa bisa bikin ,”ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurut Tito, pasar Indonesia bisa menyerapnya lewat dana pensiun milik negara, pegawai negeri sipil, atau tentara. (*) Dwitya Putra
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More