Perbankan

Kasus Kredit Macet Titan Infra Energy, OJK Diminta Turun Tangan

Jakarta – Sengkarut permasalahan kredit macet yang dialami PT Titan Infra Energi, perusahaan tambang batubara di Sumatera Selatan, terus menimbulkan polemik. PT Titan dikabarkan tidak membayar sepeserpun cicilan kreditnya senilai USD450 juta kepada para kreditur. Pinjaman sindikasi yang diberikan kepada Titan pun kini berstatus kredit macet, namun kegiatan operasional dan produksi perusahaan tersebut masih berjalan normal.

Permasalahan kredit macet itu berawal pada 2018, ketika sindikasi lembaga pembiayaan yang beranggotakan CIMB Niaga, Bank Mandiri, Credit Suisse dan Trafigura dengan total kredit senilai USD450 juta kepada Titan Group. Tujuan kredit itu adalah untuk pembangunan jalan tol (hauling road) sebagai akses dari tambang ke pelabuhan. Jalan ini juga digunakan oleh perusahaan tambang lain dan masyarakat umum dengan membayar biaya tol kepada Titan. Selain itu, sebagian dari kredit tersebut digunakan untuk modal kerja perusahaan.

Bank peserta sindikasi merancang kredit tersebut untuk diangsur hingga lunas dengan menggunakan asumsi harga batubara di pasar internasional kala itu sebesar USD40 per ton. Nyatanya, harga batubara malah terus meningkat pesat. Pada 2019, harga rerata batubara sebesar USD 67 per ton, meningkat lagi di 2020 sebesar USD 78 per ton, dan pada 2021 mencapai USD 165 per ton, bahkan pada Juni 2022 sempat menyentuh USD 400 per ton, atau naik 10 kali lipat dari asumsi awal, saat kredit disalurkan ke Titan.

Berdasarkan sejumlah data di atas, Titan semestinya mampu membayar cicilannya, bahkan termasuk mempercepat pelunasan kreditnya. Namun, yang terjadi sebaliknya, pada Februari 2020, Titan mulai tidak membayar cicilan kreditnya. Hingga akhirnya pada Agustus 2020, kredit ke perusahaan tersebut berstatus kolektabilitas 5 alias macet.

Lantaran tidak adanya kejelasan skema penyelesaian kewajiban Titan kepada kreditur. Begitupula skema penyelesaian yang disampaikan kreditur, tidak mendapat tanggapan positif dari manajemen Titan. Membuat bank peserta sindikasi sepakat, menilai debitur terindikasi ‘nakal’. Sebab, operasional perusahaan nyatanya berjalan lancar, harga batubara terus meningkat, namun manajemen tidak mau membayar utang.

Laporan lembaga independen Deloitte dan Borelli Walsh/Kroll, yang melakukan audit keuangan terhadap Titan menegaskan hal itu. Kedua lembaga tersebut menyampaikan adanya potensi ketidakpatuhan Cash Account Management Agreement (CAMA) yang dilakukan manajemen Titan. Ketidakpatuhan tersebut berdampak pada tidak adanya dana yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kewajiban kredit Titan kepada kreditur sindikasi.

Karena tidak adanya itikad baik dari manajemen Titan, membuat bank peserta sindikasi tersebut akhirnya mengadukan permasalahan ini kepada Kepolisian, dengan delik dugaan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang. Sebab, Titan tidak mematuhi perjanjian, dengan tidak menyetorkan dana ke rekening penampungan untuk pembayaran cicilan, dan malah disetor ke rekening lain.

Menyikapi hal ini, Head Of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe mengungkapkan, adanya laporan kreditur ke aparat hukum atas dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur dalam upaya restrukturisasi kredit adalah hal yang wajar. Hal itu sebagai upaya perbankan maupun lembaga keuangan dalam mencegah potensi kerugian yang semakin memburuk akibat sikap yang tidak kooperatif debitur.

Selaku praktisi sektor keuangan dan pasar modal, Kiswoyo kuga menegaskan, sungguh tidak masuk akal, jika disebutkan bahwa kegiatan bisnis dan operasional debitur tetap berjalan normal, namun perusahaan tersebut mengaku tak mampu melaksanakan kewajibannya kepada kreditur.

“Restrukturisasi kredit macet itu macam-macam bentuknya. Mulai dari memperpanjang tenor, mengurangi nilai denda, memotong suku bunga, membantu mencarikan investor baru, hingga melaporkan ke aparat hukum, jika memang terbukti ada pelanggaran oleh debitur,” ujar Kiswoyo seperti dikutip 27 Juni 2022.

Agar tidak berlarut-larut dan semakin memburuk, Kiswoyo menyarankan agar seluruh pihak terkait, termasuk regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa duduk bersama menyelesaikan persoalan tersebut. Tujuannya agar upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah pasca pandemi covid-19 tidak terganggu oleh kredit macet yang nilainya sangat besar itu.

Saat ini, anak usaha Titan Group itu telah mengoperasikan jalur hauling sepanjang 113 kilometer, mencakup tiga kabupaten, yakni Lahat, Muara Enim dan Pali. Rencana pengembangan infrastruktur jalan yang dilakukan Titan, mencerminkan kondisi arus kas perusahaan tambang batubara tersebut dalam kondisi sehat dan operasional perusahaan berjalan normal. Bahkan Titani juga dikabarkan akan kembali membangun jalan hauling alias jalan tol khusus untuk angkutan batubara sepanjang 30 kilometer.

Berdasarkan pemberitaan yang ada, Direktur Operasional PT Titan Infra Energy Suryo Suwignjo menyatakan, pembangunan jalan hauling baru tersebut untuk menghubungkan jalur yang ada ke lokasi tambang batubaranya.

Namun, di sisi lain, sejak dua tahun lalu, hingga kini Titan dikabarkan juga tidak membayar sepeserpun cicilan kreditnya yang senilai USD450 juta kepada para kreditur. Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur Kepatuhan CIMB Niaga Fransiska Oei dalam surat keterbukaan informasinya kepada otoritas bursa, pekan lalu. Fransiska menyatakan bahwa, pinjaman sindikasi yang diberikan kepada Titan berstatus kredit macet. Namun, kegiatan operasional dan produksi perusahaan tersebut masih berjalan normal.

Menanggapi keterbukaan informasi yang disampaikan kreditur kepada otoritas bursa terkait kredit macet Titan, Direktur Utama PT Titan Infra Energy Darwan Siregar menyatakan akan membuka komunikasi kembali dengan para kreditur, termasuk Bank Mandiri. Dia berharap bisa kembali membahas restrukturisasi kredit Titan. “Kami akan segera datangi kembali Bank Mandiri. Sebagai nasabah, kami berharap komunikasi bisa berjalan lebih baik lagi,” tutur Darwan. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

5 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

6 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

6 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

1 day ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

1 day ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

1 day ago