Kampanye Negatif Sawit Tak Pengaruhi Investor Asing Beli Saham Emiten Perkebunan

Kampanye Negatif Sawit Tak Pengaruhi Investor Asing Beli Saham Emiten Perkebunan

Jakarta – Kampanye negatif CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit mentah dan produk turunannya asal Indonesia di Eropa, tidak menjadi penghambat investor asing untuk membeli saham emiten perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Vice President Brokerage Strategic Development PT Henan Putihrai, Hendra Martono mengatakan, bahwa pada dasarnya karakter investor asing sama saja dengan investor domestik. Mereka lebih fokus pada prediksi dan rencana kerja perusahaan untuk calon emiten pendatang baru dan pergerakan saham selama jam-jam transaksi untuk saham yang sudah listing.

“Investor Asing tetap masuk, kalau menjanjikan keuntungan ya tetap masuk,” jelas Hendra Martono seperti dikutip Jumat, 1 April 2022.

Hendra menjelaskan, kampanye negatif memang masih menjadi tantangan perusahaan perkebunan karena isu ini terus dipelihara di luar negeri. Namun, ia menilai persoalan itu akan dapat diatasi jika perusahaan dapat menjelaskan dan menunjukkan aktivitas bisnis berkelanjutan dan kinerja keuangan positif dari tahun ke tahun.

Ia memaparkan, apalagi saat ini banyak kalangan yang telah menyadari bahwa kampanye negatif banyak dipengaruhi oleh persaingan usaha di bisnis minyak nabati yang tidak sehat alias ada kepentingan produsen minyak nabati di negara lain. Posisi industri sawit rawan dipojokkan dengan isu lingkungan oleh pihak-pihak tertentu.

Di sisi lain, lanjutnya, untuk saham baru IPO sebaiknya melihat dulu pergerakan saham di awal transaksi minimal 30 hari perdagangan setelah listing. Setelah ada pergerakan saham secara teknikal, akan lebih mudah untuk memprediksi arah pergerakan saham baik untuk transaksi jangka pendek, menengah, ataupun jangka panjang.

“Kalau saya tunggu sampai minimal 30 candle. Kalau kurang dari itu ya bisa juga, tetapi trading kilat saja. Jadi transaksilah setelah chart sudah terbentuk. Ini di luar bicara fundamental karena soal fundamental sangat sulit,” ujarnya.

Pengamatan terhadap harga transaksi setiap hari akan memberikan gambaran yang rinci terhadap masing-masing saham, meskipun perusahaannya bergerak di bidang yang sama karena banyak faktor lain yang mempengaruhi.

“Momentum bagi setiap perusahaan, meskipun satu industri, berbeda-beda. Kadang-kadang harga sawit yang tinggi tidak membuat langsung harga saham saat listing naik. Perlu diingatkan, jika memang untuk jangka panjang pun tetap lebih dianjurkan beli berkala,” tambahnya.

Sebelumnya, Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Robiyanto, mengatakan bahwa besarnya prospek bisnis kelapa sawit di Indonesia mendorong perusahaan perkebunan terus meningkatkan kapasitas bisnis melalui rencana melepas saham perdana ke publik (IPO) pada tahun ini dengan target perolehan dana dari kegiatan penawaran umum saham perdana ke publik sekitar Rp1,5 triliun.

Menjawab kampanye negatif, Robiyanto mengatakan NSS ikut berpartisipasi mendukung Program Ekonomi Hijau demi keberlangsungan bumi. NSS berkomitmen mengelola sumber daya alam milik Indonesia semaksimal mungkin agar bermanfaat bagi masyarakat di dalam negeri, sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Dia mengakui pihaknya menghadapi tantangan sentimen akibat kampanye hitam. Tetapi, hal itu dapat ditangkis dengan data dan upaya perusahaan memenuhi sertifikat penerapan program lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG), yaitu ISPO dan RSPO). ESG bukanlah cost bagi perusahaan, tetapi dukungan timbal balik antara perusahaan dengan pekerja atau masyarakat. (*)

Related Posts

News Update

Top News