Nasional

Kaleidoskop 2024: Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5 Persen, PHK Makin Ganas

Jakarta – Sepanjang 2024, perekonomian Indonesia dihadapi pelbagai rentetan tantangan nyata tidak hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga geopolitik mancanegara yang penuh ketidakpastiaan.

Inflasi, fluktuasi nilai tukar rupiah hingga tren PHK menjadi faktor domestik yang turut ‘menggoyang’ ekonomi di Tanah Air. 

Adapun sisi geopolitik, seperti memanasnya konflik di Timur Tengah hingga ketidakpastian ekonomi global turut berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia. 

Beruntungnya, ekonomi Indonesia masih stabil dan mampu tumbuh sebesar 4,95 persen (yoy), 1,5 persen (qtq), atau sebesar 5,03 persen (ctc) di triwulan III 2024.

Berikut perjalanan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 di tengah berbagai tantangan domestik dan global yang masih membayangi.

  1. Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2024

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2024 mencapai 5,11 persen secara tahunan (year on year/yoy).Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, pertumbuhan ini meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen (yoy).

Dalam arsip pemberitaan Infobanknews, adapun pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan I 2024 didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi. 

Di mana, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,91 persen yoy seiring dengan pelaksanaan Pemilu 2024, hari libur nasional, dan cuti bersama.

Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga tercatat tumbuh tinggi sebesar 24,29 persen yoy didorong oleh aktivitas penyelenggaraan Pemilu 2024 dan momen Ramadan.

Baca juga : Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja! Ada 60 Perusahaan Bakal PHK Karyawan

Selain itu, konsumsi pemerintah meningkat dengan tumbuh sebesar 19,90 persen yoy didorong oleh kenaikan belanja barang, terutama terkait pelaksanaan Pemilu 2024, serta belanja pegawai. 

Investasi tumbuh sebesar 3,79 persen yoy terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur.

Sementara itu, ekspor tumbuh melambat sebesar 0,50 persen yoy, khususnya ekspor barang sejalan dengan penurunan harga komoditas produk utama ekspor, di tengah permintaan beberapa negara mitra dagang utama yang tetap tumbuh.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Fadjar Majardi mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang meningkat juga tecermin dari sisi Lapangan Usaha dan spasial. 

Dari sisi Lapangan Usaha (LU), hampir seluruh LU pada triwulan I 2024 menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan yang tinggi.

“Antara lain tercatat pada LU terkait mobilitas terutama Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, serta Perdagangan Besar dan Eceran,” katanya.

LU Industri Pengolahan sebagai kontributor utama pertumbuhan juga tumbuh baik seiring permintaan domestik dan global yang terjaga. 

Adapun, dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, kecuali Sumatera dan Jawa. 

Pertumbuhan tertinggi tercatat di Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Jawa, dan Sumatera.

2. Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2024

Memasuki kuartal II 2024, pertumbuhan ekonomi RI tercatat sebesar 5,05 persen secara tahunan yoy, ditengah ketidakpastian global.

BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2024 tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan (yoy). 

Baca juga : Kenaikan PPN 12 Persen Bikin Pendapatan Industri Asuransi Umum Tergerus

Adapun, menilik secara kuartal ke kuartal (qtq) mengalami penurunan sebesar 3,79 persen bila dibandingkan dengan kuartal I 2024.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Moh. Edy Mahmud mengatakan, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Indonesia hingga kuartal II 2024 mencapai Rp5.536,5 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp3.231 triliun

Menariknya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen ini lebih baik dibandingkan dengan negara lain, seperti China hingga Korea Selatan (Korsel).

“Di kuartal II 2024 kita tumbuh 5,05 persen. Ini dibandingkan dengan China kita masih lebih tinggi, China 4,7 persen, sedangkan Singapura sendiri 2,9 persen, Korea Selatan 2,3 persen, dan juga dengan Meksiko kira-kira 2,24 persen,” ujarnya seperti diberitakan Infobanknews, Senin, 5 Agustus 2024.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi juga didukung dengan inflasi yang tetap terkendali, yakni sebesar 2,13 persen pada Juli 2024.

3. Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2024

Di kuartal III 2024, pertumbuhan ekonomi RI tak setajam periode sebelumnya. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2024 tumbuh sebesar 4,95 persen secara tahunan (yoy). 

Sedangkan, secara kuartal ke kuartal (qtq) mengalami perlambatan sebesar 1,50 persen bila dibandingkan dengan kuartal II 2024.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Amalia A. Widyasanti mengatakan, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Indonesia hingga kuartal III 2024 mencapai Rp5.638,9 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp3.279,6 triliun.

“Secara qtq, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2024 tumbuh sebesar 1,50 persen, pertumbuhan ini sejalan dengan pola musiman yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2024. Secara yoy, ekonomi triwulan III 2024 tumbuh sebesar 4,95 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,94 persen,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Selasa, 5 November 2024.

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2024 menurut lapangan usaha, dengan kontribusi terbesar terhadap ekonomi, yakni industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi dan pertambangan.

“Kelima lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi kepada PDB sebesar 64,94 persen,” katanya.

Adapun, lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah transportasi dan pergudangan yang tumbuh 8,64 persen yoy. Ini sejalan dengan peningkatan jumlah penumpang seluruh moda angkutan dan peningkatan pengiriman barang.

Kemudian, akomodasi dan makan minum tumbuh 8,33 persen, didorong oleh peningkatan jumlah kunjungan wistawan mancanegara (wisman), kegiatan MICE, maupun event berskala nasional dan internasional, seperti Motor GP Mandalika, PON XXI, dan International Sustainability Forum. 

Selanjutnya, menurut pengeluaran pertumbuhan ekonomi secara yoy di triwulan III 2024, didorong oleh konsumsi rumah tangga, yaitu tumbuh sebesar 4,91 persen dengan kontribusi sebesar 53,08 persen terhadap PDB.

“Ini menunjukan masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat,” pungkasnya.

4. Kenaikan PPN 12 Persen

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku 1 Januari 2024 tampaknya menjadi ‘kado manis’ di penghujung tahun 2024.

Bagaimana tidak, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kenaikan harga kebutuhan pokok pemerintah justru menggulirkannya kepada masyarakat. 

Di mana, kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Di mana,  kenaikan PPN 12 Persen diyakini tidak akan membebani masyarakat karena dari daftar barang dan jasa yang masuk dalam Consumer Price Index (Indeks Harga Konsumen), hanya 33 persen yang menjadi objek PPN, sedangkan 67 persen lainnya bebas dari PPN.

Adapun, barang dan jasa yang bebas PPN meliputi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi. 

Selain itu, jasa kesehatan, pendidikan, transportasi umum, tenaga kerja, keuangan, dan asuransi, termasuk rumah sederhana, pemakaian listrik, dan air minum juga dikecualikan dari PPN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemberlakuan pengenaan tarif PPN sebesar 12 persen ini dilakukan untuk menciptakan azas keadilan terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan pendidikan yang tergolong mewah. Sebab, kelompok barang mewah ini sebelumnya dibebaskan dari PPN.

“Kelompok yang masuk dalam golongan yang dikonsumsi oleh desil paling kaya, desil 9-10 kita akan berlakukan pengenaan PPN-nya,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan penerimaan negara diperkirakan akan meningkat sebesar Rp75 triliun imbas kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Kenaikan tarif PPN ini, akan menyumbang besar terhadap penerimaan negara, meskipun sejumlah barang kebutuhan pokok seperti beras, telur, dan daging tetap dibebaskan dari PPN.

“Itu sekitar Rp75 triliun dari PPN (Estimasi penerimaan PPN 12 persen),” ujar Febrio saat ditemui usai Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, dikutip, Selasa 17 Desember 2024. 

5. Tren PHK Meningkat

Selain kenaikan PPN 12 persen, masyarakat khususnya para pekerja pun dibuat was-was dengan melonjaknya tren PHK di Tanah Air.

Berdasarkan catatan Infobanknews, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, tren PHK melonjak dalam periode Januari-Agustus 2024 dengan total 46.240 pegawai menjadi korban PHK.

Di mana, sebanyak 46.240 pegawai terdampak PHK berasal dari berbagai industri. Dominasi datang dari manufaktur tekstil dan produk tekstil (TPT).

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyebut, Jawa Tengah menjadi wilayah terdampak PHK terbanyak di Indonesia.

“Agustus masuk Jawa Tengah nomor 1, diikuti DKI Jakarta lalu Banten,” ujarnya, 3 September 2024

Menurutnya, sektor industri yang terdampak secara dominan di Jawa Tengah yakni industri manufaktur padat karya.

Adapun DKI Jakarta, pemangkasan banyak terjadi di sektor jasa seperti restoran, kafe mencapai 7.400 pegawai.

Tak sampai di situ, para pekerja pun semakin dibuat was-was bahwa bakal ada potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengancam dunia kerja.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer mengatakan, ada sekitar 60 perusahaan yang berencana melakukan PHK dalam waktu dekat.

“Ada sekitar 60 perusahaan yang akan melakukan PHK. Dan ini mengerikan sekali,” katanya saat konferensi pers di Kantor Kemenaker, Jakarta, dikutip Selasa, 24 Desember 2024.

Berdasarkan laporan yang diterimanya dari kalangan pengusaha dan serikat pekerja, gelombang PHK ini terjadi lantaran adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

“Memang ada beberapa kritikan-kritikan soal sumber dari masalah ini. Ini ya kawan-kawan yang memberi masukan ke saya entah itu pengusaha, entah itu kawan-kawan serikat pekerja. Dia bilang bahwa sumbernya itu adalah Permendag nomor 8. Lalu meringankan yang namanya impor bahan jadi,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Bos BEI Pede IPO 2025 Bakal Ramai, Ini Pendorongnya

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) optimis aksi korporasi melalui penawaran umum perdana saham… Read More

27 mins ago

Mengenal Apa Itu eKinerja BKN, Kegunaannya untuk ASN dan Cara Login

Jakarta – Aplikasi eKinerja BKN menjadi sebuah terobosan dalam memantau, melaporkan dan mengevaluasi kinerja Aparatur Sipil… Read More

33 mins ago

Inflasi 2024 Sesuai Target, BI Optimis di 2025 dan 2026 Tetap Terkendali

Jakarta – Bank Indonesia (BI) memastikan inflasi tahun 2024 tetap terkendali dalam kisaran target 2,5±1 persen.… Read More

1 hour ago

IHSG Sesi I Ditutup pada Zona Hijau di Level 7.167

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Jumat, 3… Read More

2 hours ago

DJP Pastikan Biaya Langganan Netflix dkk Tidak Kena PPN 12 Persen

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan biaya langganan platform streaming digital seperti Netflix hingga Spotify tidak… Read More

2 hours ago

Soal Transisi Pengawasan Aset Kripto, Begini Update dari Bos OJK

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan pengalihan pengaturan transaksi aset kripto dari Badan Pengawas… Read More

2 hours ago