Jakarta – Seorang direktur utama (dirut) bank pembangunan daerah (BPD) pernah bilang, dirut BPD harus memiliki skill seperti manusia “setengah dewa”. Sebab tantangan memimpin BPD tidak hanya menghadapi risiko pasar dan teknis operasional perbankan, tapi soal non teknis menghadapi kepentingan politik daerah. Bankir asing kelas global banker sekalipun belum tentu tahan mengadapi persoalan-persoalan non teknis birokrasi yang rumit.
Dirut BPD tidak cukup hanya menguasai pasar dan teknis bisnis perbankan saja, tapi juga harus memiliki kemampuan dalam komunikasi politik dan mengelola keinginan shareholders yang begitu banyak, mulai dari gubernur bersama jajarannya, bupati, walikota, hingga legislatif daerah. Misalnya saat ini ketika kursi gubernur kosong dan diisi oleh penjabat (Pj) gubernur. Ada Pj gubernur yang melihat kedudukan seperti “aji mumpung” menjabat dan mencoba masuk ke urusan operasional perbankan yang menjadi domain direksi untuk kepentingan dirinya.
Baca juga: Gawat! Tanpa Gubernur, Sejumlah Kursi Dirut BPD Mau Didongkel
Yang lebih sulit lagi kalau tekanannya berasal dari kekuatan politik nasional seperti sekarang menjelang pemilihan presiden. Para Pj Gubernur kabarnya mendapatkan “perintah” dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah mengundang mereka ke istana negara. Sementara, Jokowi sendiri sudah secara terbuka menyatakan bahwa presiden dan menteri, tentu termasuk para Pj kepala daerah hingga aparatur sipil negara untuk boleh memihak salah satu pasangan calon presiden.
Sumber Infobank mengatakan, para Pj “diancam” akan dievaluasi setiap tiga bulanan kalau tidak mendukung, baik suara maupun pendanaan kampanye, yang diantaranya meminta BUMD untuk mengeluarkan dana corporate social responsibility (CSR). Sementara BUMD yang memiliki dana memadai adalah BPD. Maka perintah politik ini memberikan efek bisa bikin direksi BPD puyeng, namun sebagian dari mereka tetap menegakkan prinsip-prinsip profesionalisme kendati yang menolak “perintah politik” itu bisa digoyang.
Baca juga: Babak Final Bank-Bank Asing
Apalagi, sebagian besar kursi dewan komisaris BPD banyak diisi pejabat pemda dan ada juga pejabat dari kementerian dalam negeri, termasuk sejumlah purnawirawan jenderal Polisi yang notabene anak buahnya Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah melindungi fenomena tersebut melalui Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2023 agar direksi BPD tidak mudah didongkel di tengah jalan seperti selama ini.
Masalahnya, lebih powerful mana antara OJK yang independen dengan pemimpin di dunia politik? Dirut BPD mana yang sedang digoyang oleh petualang-petualang yang masuk ke bank daerah? Seperti apa kinerja BUMD sektor keuangan di tengah pusaran politik? Baca selengkapnya di sisipan The Asian Post di Majalah Infobank Nomor 550 Februari 2024!
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah membahas revisi Peraturan… Read More