Jakarta – Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengatakan usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai usulan perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga 2025, jangan sampai menimbulkan moral hazard.
Aviliani menjelaskan bahwa restrukturisasi kredit diberikan bukan untuk semua debitur, namun diberikan kepada sektor yang masih memiliki masalah dalam pembayaran kredit dan prospek yang menguntungkan.
“Jadi biarkanlah bank yang memberikan justifikasi (restrukturisasi). Tapi kebijakan itu secara keseluruhan saya rasa sih nggak masalah. Karena kan masih ada juga yang masih punya masalah. Tapi jangan diberlakukan untuk semua. Banyak orang moral hazard,” ujar Aviliani kepada Wartawan di Kompleks Kementerian Keuangan, Selasa, 25 Juni 2024.
“Jangan sampai, oh itu karena Pak Jokowi semua orang minta (restrukturisasi). Nah bank-nya yang kasihan. Orangnya nggak perlu direstrukturisasi lagi,” tambahnya.
Baca juga: Jokowi Usul Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Begini Kata Bos OJK
Selain itu, kata Aviliani, debitur yang menerima stimulus restrukturisasi akan sulit untuk mengajukan kredit baru ke bank lain. Sebab, debitur tersebut dinilai memiliki catatan merah perbankan.
“Karena kalau orang yang sudah restrukturisasi, dia mau pindah bank tuh nggak diterima oleh bank lain. Karena nanti dianggap oleh si pengawas OJK-nya adalah, kamu sudah restrukturisasi, kok pindah ke bank lain?,” imbuhnya,
Sehingga, dia meminta Otoritas Jasa Keuangam (OJK) untuk mempertimbangkan kembali keputusan untuk melanjutkan kebijakan restrukturisasi terdampak Covid-19.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pihaknya akan mendalami dan mengkaji aspek yang dimaksudkan terkait dengan usulan Presiden Jokowi tersebut.
Pasalnya, dalam mencabut kebijkan restrukturisasi kredit Covid-19, OJK telah memperhitungkan kecukupan modal, pencadangan (CKPN) dan likuiditas perbankan dalam menyalurkan kredit.
“Kalau kita lihat juga pada sampai waktu terakhir ini, pertumbuhan kredit di tahun 2024 ini juga malah lebih tinggi dari tahun lalu. Jadi kalau dari segi itu sebenarnya yang terjadi maupun pada saat akhir Maret tempo hari maupun setelahnya, tidak ada yang anomali lah,” kata Mahendra.
Baca juga: Bank Mandiri Bagikan “Resep” Jitu Turunkan Kredit Macet BPR
Seperti diketahui, Presiden Jokowi mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025 dalam rangka mengurangi pencadangan kerugian akibat kredit bermasalah. Adapun, OJK telah menghentikan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada 31 Maret 2024 lalu.
Sementara itu, per 31 Maret 2024 sisa kredit yang restrukturisasi sebesar Rp228,03 triliun, menurun jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2023 yang sebesar Rp265,78 triliun. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu di periode 28 Oktober hingga 1… Read More
Jakarta - Kandidat Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris dan Donald Trump, saat ini tengah bersaing… Read More
Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) perihal hapus tagih… Read More