Wawancara

Joko “Perbarindo” Suyanto: BPR Perlu Tingkatkan Efisiensi dan Daya Saing

Industri BPR memiliki sejumlah isu strategis dan tantangan struktural. Industri ini harus lebih efisien dan berdaya saing agar bisa tetap survive. Bagus Kasanjanu

INDUSTRI bank perkreditan rakyat (BPR) mencatatkan kinerja positif hingga Mei 2022. Sejumlah rasio keuangannya, seperti kredit, dana pihak ketiga (DPK), dan total aset, tercatat tumbuh. Namun, dalam menjalankan proses bisnisnya, industri ini memiliki sejumlah isu strategis dan struktural. Oleh karena itu, BPR-BPR harus meningkatkan efisiensi dan daya saing agar tetap survive. Apa saja isu dan tantangan yang dihadapi BPR? Lalu, seperti apa peluang bisnisnya ke depan? Berikut ini penjelasan Joko Suyanto, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), kepada Infobank, bulan lalu. Petikannya:

Seperti apa perkembangan industri BPR selama masa pandemi di dua tahun terakhir ini?

Dalam posisi dua tahun terakhir tentunya industri BPR enggak muluk-muluk targetnya. Yaitu, bagaimana kami mampu survive di masa pandemi, kemudian pascapandemi. Dan, ini dibuktikan dengan kemampuan tumbuh di akhir 2021, meski pertumbuhan ini belum maksimal karena ruang pertumbuhan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) belum begitu optimal.

Perbarindo terus proaktif dengan berbagai pihak agar BPR bisa menjadi bagian dari program pemulihan ekonomi yang dilaksanakan pemerintah. Lalu, Perbarindo terus mendorong agar masa-masa transisi ini BPR bisa tetap melayani publik. Jangan sampai pelayanan kepada publik ini terganggu saat pandemi atau pascapandemi.

Per Mei 2022 kinerja industri BPR mengalami pertumbuhan. Bahkan, pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan 2021. Apa saja faktor pendorongnya?

Saya meyakini ada di faktor eksternal. Pemerintah sangat berhasil menangani pandemi sehingga ruang pertumbuhan ekonomi bisa terjaga. Pertumbuhan BPR atau perbankan secara umum ditandai dengan mulai recovery sektor riil, khususnya UMKM, meski belum pulih 100%. Sehingga, dampaknya, demand terhadap loan, modal usaha juga mengalami peningkatan, dan daya saving masyarakat tumbuh. Di sisi lain, bagaimana BPR menjaga loyalitas customer yang existing.

Nasabah-nasabah existing itu di-maintain dengan baik. Dan, seiring dengan pulihnya ekonomi, mereka membutuhkan injeksi modal baru. Hasilnya, pertumbuhan sampai dengan Mei ini untuk kredit itu 7,78%.

Seperti apa kira-kira tantangan dan peluang industri BPR ke depan?

Dampak dari suku bunga acuan yang meningkat itu bukan artinya otomatis cost of fund perbankan juga meningkat. Tapi, akan berdampak dalam jangka menengah dan panjang. Di sisi lain, tentunya adanya persoalan Rusia-Ukraina, kemudian krisis energi, sekarang ini sudah meningkat. Tentunya, itu berdampak pada bagaimana daya beli maupun savings dari masyarakat. 

Maka, dalam hemat kami, yang membuat BPR mampu survive menghadapi hal tersebut ada dua hal sekarang ini, yakni bagaimana BPR bisa mendorong efisiensi dan memiliki daya saing. Strategi dalam mendorong dua hal itu, yakni dari sisi finansial seperti peningkatan fee based income, meningkatkan pertumbuhan kredit, optimalisasi pengelolaan LAR (loan at risk). Kemudian, strategi kedua dari sisi pelanggan, bagaimana kami mengoptimalkan pelayanan prima terhadap nasabah-nasabah utama atau prime customer di masa yang sulit. Lalu, strategi terakhir ialah dari sisi business process.

Dengan berbagai dinamika yang ada, kira-kira apa yang harus diperhatikan bankir-bankir BPR?

Intinya, bagaimana BPR efisien dan mempunyai daya saing. Maka, isu strategis dan tantangan strukturalnya ada tiga hal. Pertama, terkait masalah permodalan. Bagaimana BPR mempunyai daya saing yang tentunya didukung oleh kecukupan modal untuk mendukung pertumbuhan bisnis. Kedua, tentang tata kelola infrastruktur produk dan layanan. Tentunya, ini untuk menghadapi era yang penuh tantangan sekarang ini. Ketiga, berkaitan dengan kualitas SDM (sumber daya manusia). Kami berpesan bahwa peran BPR bagi perekonomian yang ada di daerahnya. Harapannya, ke depan, dengan BPR yang efisien dan punya daya saing, maka akan tumbuh secara sehat, yang ujung-ujungnya mampu berkontribusi maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerahnya masing-masing. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

2 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

2 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

4 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

4 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

5 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

6 hours ago