Jakarta – Dana Moneter Internasional (IMF) mengakui, negara Asia Tenggara salah satunya Indonesia adalah titik terang di tengah-tengah kesuraman ekonomi dunia. Namun demikian, pemerintah diminta tetap waspada, karena permasalahan global bisa menjalar ke Indonesia.
“Ketika global menurun, dampak ke Indonesia biasanya memang tidak separah yang lain (negara-negara yang memang terintegrasi dengan perdagangan internasional). Di sisi lain, Indonesia yang masih mengandalkan perekonomian domestik relatif diuntungkan dengan kondisi global yang suram ini tapi bukan tidak mungkin permasalahan global bisa menjalar ke Indonesia,” ujar Ekonom INDEF Dzulfian Syafrian, dikutip 19 Oktober 2022.
Permasalahan ekonomi dunia yang dimaksud antara lain, perdagangan internasional, pelemahan ekspor dan terhambatnya impor, dan juga dari sektor keuangan, seperti gejolak mata uang, pasar modal dan pasar surat utang.
“Gejolak di pasar keuangan ini akan menyebabkan fluktuasi. Volatilitas jadi semakin membesar yang membuat ketidakpastian menjadi lebih tinggi. Alhasil, perekonomian akan terhambat karena para aktor ekonomi (baik produsen dan konsumen) akan menunda keputusan ekonominya (jual-beli, simpan pinjam, investasi, dan lainnya). Ujung-ujungnya perekonomian nasional akan melambat,” jelasnya.
Sebelumnya IMF mengoreksi outlook pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 menjadi 2,7% dari sebelumnya yang diprediksi sebesar 2,9% pada Juli lalu. Saat ini disebutkan, ada 28 negara yang meminta bantuan dari IMF. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sendiri mengatakan Indonesia patut waspada dengan The Perfect Storm, namun tetap optimis melihat perekonomian yang terus tumbuh.
“Ekonomi Indonesia pun mampu tumbuh sebesar 5% selama tiga kuartal terakhir, dan di kuartal ketiga dan keempat kita juga berharap pertumbuhannya bisa mencapai target 5,2%,” kata Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini mengungkapkan, ketahanan perekonomian Indonesia juga tercermin dari beberapa indikator yang tetap positif, seperti konsumsi dan investasi. Selain itu PMI manufaktur juga tercatat mencapai 53,7 di September 2022, serta kredit perbankan yang masih tumbuh 10% di Juni 2022.
“Dari segi resiliensi eksternal, neraca transaksi berjalan dan perdagangan mencatatkan surplus. Januari hingga Agustus neraca perdagangan surplus 35 miliar dollar AS. Demikian pula cadangan devisa dan rasio utang yang berada pada level aman,” tandas Airlangga.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam menilai capaian ekonomi Indonesia dan apresiasi dari IMF akan memperbesar peluang modal asing masuk ke Indonesia. “Testimoni IMF bahwa perekonomian Indonesia kuat bertahan bisa meningkatkan kepercayaan global dan hal ini diharapkan membantu masuknya modal asing ke Indonesia dan semakin memperkuat perekonomian Indonesia,” tambah Piter.
Menurut Piter, resiliensi ekonomi Indonesia bertumpu pada konsumsi domestik yang diperkirakan terus membaik. Selain itu, Indonesia juga tidak terlalu bergantung pada ekspor. Hal itu menjadikan Indonesia relatif lebih bisa bertahan dari gejolak ekonomi global dibanding negara lain yang bertumpu pada ekspor.
“Indonesia berbeda dengan negara-negara yang terlalu bertumpu kepada ekspor. Perekonomian Indonesia lebih bertumpu kepada konsumsi domestik yang diperkirakan akan membaik seiring meredanya pandemi,” paparnya.
Ia menilai, meski Indonesia tidak bertumpu pada ekspor, ekonomi Indonesia juga terbantu dari tingginya harga komoditas di pasaran internasional, utamanya komoditas. “Resesi global tentu akan menahan atau bahkan menurunkan harga komoditas tetapi tidak membuat harga komoditas jatuh. Masih akan tetap cukup tinggi dan menguntungkan Indonesia yang mengandalkan komoditas,” tegasnya.
Menurut Piter, kondisi Indonesia sampai saat ini masih cukup baik dan diyakini mampu bertahan menghadapi resesi global. Bahkan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 5%. “Kalaupun Indonesia terdampak oleh resesi global, diperkirakan hanya membuat pertumbuhan ekonomi kita melambat tidak bisa mencapai target di atas 5%. Itu skenario buruknya. Skenario terbaiknya kita masih bisa tumbuh diatas 5%,” pungkasnya. (*)