Internasional

Jelang Pelantikan Donald Trump, Kebijakan Tarif Perdagangan jadi Polemik

Jakarta – Jelang pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump, Senin, 20 Januari 2025, muncul berbagai polemik mengenai kebijakan-kebijakan pemerintahan baru AS mendatang.

Salah satunya, perdebatan mengenai kebijakan visa untuk skilled immigrant (imigran terampil) dan besaran tarif perdagangan.

Kalangan dunia usaha yang merupakan pendukung utama kampanye kepresidenan Trump, membujuk Trump agar kemudahan visa bagi imigran terampil tetap dipertahankan, sehubungan dengan remunerasi yang lebih murah dibandingkan SDM lokal. 

“Hal ini ditentang oleh kalangan konservatif basis utama pemilih Trump yang berargumen tenaga kerja asing ‘merebut’ peluang kerja masyarakat,” kata Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja, dikutip Senin, 13 Januari 2025.

Baca juga : Reaksi Donald Trump usai Mike Johnson Kembali Terpilih jadi Ketua DPR AS

Adapun polemik lainnya yakni wacana bahwa tarif perdagangan universal hanya akan diimplementasikan secara terarah dan spesifik untuk barang dan jasa tertentu. 

“Sampai saat kita tidak tahu secara pasti kebijakan sesungguhnya. Namun, jika memang berita-berita ini benar adanya, seharusnya dampaknya bagus karena dapat mengurangi tekanan inflasi, dan mempermudah The Fed untuk meneruskan pemangkasan suku bunga dengan lebih leluasa,” jelasnya.

Dampak terhadap RI

Ia menjelaskan, pengenaan tarif perdagangan universal AS akan turut berdampak pada neraca perdagangan. Tetapi jika ditelaah, secara relatif Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampak minim atas potensi pengenaan tarif pemerintahan baru AS.

Pada 2023 misalnya, defisit perdagangan AS terhadap Indonesia hanya USD15 miliar, 1 persen dari total defisit perdagangan AS. Bandingkan misalnya dengan defisit perdagangan AS ke China yang mencapai USD260 miliar, 26 persen dari total defisit perdagangannya. 

Baca juga : Donald Trump Tunjuk David Perdue jadi Duta Besar untuk China

“Seharusnya Indonesia tidak terlalu masuk dalam ‘radar’ target AS,” bebernya.

Hal lain, kata dia, sedikit banyak Indonesia juga dapat diuntungkan oleh potensi diversifikasi basis produksi, terutama setelah beberapa negara masuk dalam perhatian AS karena posisi defisit perdagangan yang terus meningkat berada di belakang China, yaitu Meksiko, Kanada, dan juga Vietnam.

“Fakta bahwa Indonesia memiliki perekonomian berorientasi domestik, sehingga dampak negatif dari perdagangan global lebih terbatas, walaupun tidak bisa dihilangkan,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Biaya Makan Bergizi Gratis per Porsi Rp10 Ribu di Kaltim Dinilai Tak Cukup

Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin menyatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) di… Read More

1 min ago

Penerimaan Pajak 2025 Berat, Perlu Naik 13,29 Persen Agar Capai Target

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara… Read More

17 mins ago

Fifi Aleyda Yahya, Mantan Jurnalis TV Dilantik jadi Dirjen KPM Komdigi

Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid melantik sejumlah pejabat eselon I dan… Read More

27 mins ago

Investor Simak! Pekan Ini IHSG akan Dipengaruhi 2 Sentimen Berikut

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.088 atau melemah 1,06 persen… Read More

48 mins ago

Mengenal Zendo, Ojol Besutan Muhammadiyah yang Sudah Mengaspal di 70 Kota

Jakarta – Layanan transportasi online kini semakin dibutuhkan. Terutama di tengah hiruk-pikuk lalu lintas perkotaan.… Read More

50 mins ago

Sukses IPO, Harga Saham Bangun Kosambi (CBDK) Sentuh ARA Naik 25 Persen

Jakarta - Usai melangsungkan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO), harga saham… Read More

1 hour ago