Jangan Paksakan Kredit Bank Mengalir

Jangan Paksakan Kredit Bank Mengalir

Oleh: Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia

PAKAR perbankan dari Infobank, Eko B Supriyanto, terus menyuarakan bahwa bank belum juga menyalurkan kredit. Meskipun Pemerintah dan otoritas sudah melakukan hampir semua upaya agar penyaluran kredit perbankan segera tumbuh, tetapi perbankan seperti bergeming. Sampai dengan Februari 2021 kredit perbankan masih tetap tumbuh negatif.

Pertumbuhan kredit perbankan yang masih terus menurun tentu saja bukan berita bagus. Hal ini menjadi sinyal bahwa pemulihan ekonomi masih belum bisa diharapkan terjadi. Tetapi apakah perlu untuk memaksakan agar bank segera menyalurkan kredit? Bagaimana seharusnya kita melihat fenomena pertumbuhan kredit yang tidak juga beranjak naik?

Kredit Tidak Juga Tumbuh: Siapa Yang Salah?

Secara teori kita mengenal apa yang disebut sebagai kebijakan counter cyclical. Di tengah perekonomian yang menurun atau bahkan mengalami resesi harus dilakukan kebijakan melawan siklus. Penyaluran kredit bank jangan mengikuti siklus perekonomian yang menurun, karena bila itu terjadi perekonomian akan semakin terbenam. Pemerintah dan otoritas harus mengambil kebijakan yang mendorong bank melawan siklus, menyalurkan kredit meskipun perekonomian menurun.

Upaya itu sudah dilakukan. Berbagai kebijakan sudah ditempuh Pemerintah. Mulai dari penempatan dana pemerintah di perbankan untuk mendorong supply kredit, hingga menurunkan PPNBM kendaraan bermotor dan membebaskan PPN pembelian rumah tapak dan apartemen guna meningkatkan konsumsi dan permintaan kredit. 

Sementara Bank Indonesia mendukung kebijakan pemerintah tersebut dengan menurunkan suku bunga acuan hingga titik terendah sepanjang sejarah yang kemudian dilanjutkan dengan menurunkan down payment (DP) hingga nol persen. Terakhir, OJK melengkapi kebijakan-kebijakan tersebut dengan melonggarkan perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank, yang akan semakin mendorong supply kredit dari bank.

Sayangnya pertumbuhan kredit masih juga tidak beranjak naik. Apa yang salah? Saya sependapat dengan Eko B. Supriyanto yang tegas mengatakan jangan salahkan bank. Lebih dari itu, saya ingin mengatakan jangan menyalahkan siapapun dan tidak perlu mencari siapa yang salah.

Penyaluran kredit adalah fenomena supply dan demand. Meskipun BI sudah melonggarkan moneter ditambah dengan penempatan dana pemerintah tetapi bukan berarti supply kredit juga otomatis berlimpah. Di satu sisi, kondisi likuiditas di satu bank berbeda dengan bank yang lain. Perbankan kita sangat tersegmentasi. Beberapa bank kecil di tengah pandemi ini justru mengalami kesulitan likuiditas. Hal ini terlihat di pertumbuhan DPK bank BUKU 1 yang menurun di tengah peningkatan DPK di bank BUKU II, III dan IV. 

Di sisi lainnya, risiko usaha yang meningkat drastis di tengah pandemi menuntut bank untuk super hati-hati menyalurkan kredit. Bank harus bekerja keras membagi perhatian. Pertama, Bank harus berusaha menjaga kualitas kredit yang sudah tersalurkan jangan sampai menurun dan menciptakan NPL. Dan yang kedua, bank juga harus sangat selektif dalam menyalurkan kredit baru, jangan sampai menambah risiko kegagalan kredit.

Pelonggaran restrukturisasi kredit yang diberikan oleh OJK memang sangat membantu bank menjaga NPL tetap di bawah lima persen. Tetapi kebijakan itu tidak bisa menghilangkan risiko kredit. Loan at Risk (LAR) terus meningkat. Selama pandemi masih berlangsung risiko kredit akan terus tinggi dan menuntut bank untuk terus berhati-hati.

Selain tertahan di sisi supply sebagaimana dijelaskan diatas, penyaluran kredit juga terbatasi oleh rendahnya demand. Di tengah pandemi saat ini, aktivitas sosial ekonomi masyarakat menurun drastis. Konsumsi dan investasi tumbuh negatif. Oleh karena itu, sangat wajar bila permintaan kredit juga tidak terjadi. Siapa yang akan meminta kredit konsumsi ketika mereka mengalami PHK atau penurunan income? Perusahaan mana yang akan membutuhkan kredit modal kerja atau investasi ketika pabrik mereka tidak beroperasi?

Momentum Kebangkitan

Jack Ma di awal pandemi sempat membuat pernyataan yang kemudian dikutip oleh banyak media. Ia menyatakan di tengah pandemi dunia usaha tidak perlu mengejar ekspansi. Mampu bertahan hidup, tidak bangkrut, adalah sebuah kesuksesan. Karena dengan bertahan hidup, dunia usaha memiliki modal untuk bisa bangkit kembali ketika pandemi berakhir.

Pesan Jack Ma sangat relevan diterapkan pada perbankan. Perbankan jangan dipaksakan menyalurkan kredit. Mampu menjaga kualitas kredit selama pandemic adalah sebuah keberhasilan. Tidak terjadi nya lonjakan NPL (yang bisa menggerogoti modal dan laba) sehingga bank bertahan sehat dan stabil akan membuka peluang bank untuk bangkit ketika momentumnya tiba.

Ketika pandemi mereda dan kemudian berakhir, aktivitas sosial masyarakat secara alami akan bergerak memutar roda perekonomian. Kebutuhan pembiayaan akan muncul dan menciptakan permintaan akan kredit. Bank yang bertahan sehat dan memiliki likuiditas yang cukup akan memenuhi permintaan tersebut menyediakan supply kredit yang cukup.

Penutup

Adalah tugas Pemerintah dan Otoritas untuk terus berupaya mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Tetapi ketika semua upaya sudah dilakukan dan pertumbuhan kredit tidak juga sesuai harapan, tidak perlu ada yang disalahkan.

Perbankan jangan dipaksakan menyalurkan kredit. Penyaluran kredit di tengah pandemi adalah suatu yang sangat baik dan diharapkan bisa terjadi. Tetapi tetap harus berpegangan kepada prinsip kehati-hatian. Ketika permintaan kredit begitu rendah, sementara tingkat risiko begitu tinggi, adalah wajar bila penyaluran kredit menjadi sangat terbatasi.

Selama perbankan masih mengutamakan untuk menjaga kualitas kredit ketimbang mengejar pertumbuhan, kita bisa berharap perbankan akan baik-baik saja dan akan menjadi penentu pemulihan ekonomi pada waktunya nanti. (*)

Related Posts

News Update

Top News