Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta penyelenggara fintech P2P lending alias pinjaman online (pinjol) agar tidak hanya mendorong penjualan (sales) semata, tetapi juga menjunjung tinggi konsep kesejahteraan konsumen (consumer well being), terutama pada anak muda.
Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 yang secara khusus menyoroti Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
“Jadi, jangan cuma ngejar sales saja, tetapi konsumen malah banyak hutang,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewikepada Infobanknews, Selasa, 6 Februari 2024.
Baca juga: Soal POJK Perlindungan Konsumen, OJK: Debitur Nakal Tetap Bisa Disikat!
Selain itu, OJK juga mendorong pinjol untuk lebih selektif pada saat melakukan verifikasi data peminjam. Tujuannya, melihat kelayakan pinjaman agar tidak terjadi risiko gagal bayar.
“Ayo kalau mau cari konsumen dilihat sebenarnya layak atau tidak. Kalau tidak layak jangan dikasih,” jelas Kiki, sapaan akrab Friderica Widyasari Dewikepada.
Tak hanya pinjol, pihaknya juga menyoroti banyak anak muda yang tergiur kemudahan produk keuangan buy now pay later (BNPL) alias paylater yang belakangan mulai merambah ke bisnis perbankan.
Berdasarkan data OJK, konsumen paylater itu memiliki perbandingan antara cicilan dengan penghasilan debitur, rata-rata telah mencapai 95 persen.
“Artinya, apabila debitur tersebut mempunyai penghasilan sebesar Rp10 juta, maka Rp9,5 juta dipergunakan untuk bayar cicilan,” terangnya.
Di lain sisi, OJK akan memasukan data pinjol ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Langkah tersebut sebelumnya sudah dilakukan OJK untuk cicilan paylater.
“Saat ini data pinjol belum masuk di SLIK tapi di Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil). Ini bentar lagi mau kita masukan,” terang Kiki.
Ia menjelaskan, usulan pinjol masuk SLIK juga disampaikan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Berdasarkan informasi dari AFPI, banyak debitur yang menganggap sepele tunggakan utang pinjol karena tidak tercatat di SLIK.
“Karena ada masukan dari AFPI, kalau mereka tidak masuk di SLIK perilakunya beda. Tetapi ketika sudah masuk di SLIK, mereka akan bayar,” imbuhnya.
Baca juga: Begini Cara OJK Tingkatkan Literasi Keuangan Peserta Kartu Prakerja
Sekadar informasi, SLIK merupakan sistem informasi yang pengelolaannya bertujuan untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan informasi keuangan, salah satunya berupa penyediaan informasi debitur (iDeb).
Bagi debitur yang terkena blacklist (daftar hitam) SLIK, maka tidak akan dapat mengajukan pinjaman atau kredit ke lembaga jasa keuangan seperti bank hingga perusahaan leasing.
Termasuk kesulitan untuk mendapatkan kredit pemilikan rumah atau KPR, bahkan hingga mencari pekerjaan. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More