News Update

Jaga Momentum Pertumbuhan, BI Siap Longgarkan Kebijakan Makroprudensial

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku tengah menyiapkan kebijakan makroprudensial sebagai kompensasi dari kebijakan suku bunga acuan yang tetap diarahkan untuk menopang stabilitas ekonomi dari tekanan eksternal di 2019. Di mana, BI sendiri sudah empat kali menahan suku bunga acuannya di level 6 persen sejak November 2018 hingga Februari 2019.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, setelah menahan suku bunganya sebanyak empat kali, dirinya memastikan kontribusi BI terhadap perekonomian tak akan berkurang. Momentum pertumbuhan yang sedang berlangsung akan dijaga dengan memadainya sumber-sumber pembiayaan ekonomi. Salah satunya tetap mendorong pertumbuhan kredit perbankan.

“Suku bunga kita fokuskan untuk stabilitas eksternal. Untuk likuiditas, kita akan kendorkan, makroprudensial kita akan kendorkan, untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, dan pembiayaan ekonomi,” ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.

Namun demikian, dirinya masih enggan untuk mengungkapkan pelonggaran kebijakan makroprudensial yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat ini. Akan tetapi, kata dia, bahwa pelonggaran kebijakan makroprudensial tersebut akan menyasar pada sektor pariwisata, Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta sektor-sektor yang berorientasi ekspor.

“Selain itu, BI juga akan memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Di tengah situasi pasar keuangan global yang menunjukkan sikap melunak (dovish) Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed), Perry Warjiyo menegaskan posisi kebijakan suku bunga acuan Indonesia tetap untuk menjaga stabiliitas perekonomian, dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan dan mampu menarik modal asing.

BI dan pemerintah terus berupaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan hingga 2,5 persen dari PDB, dari defisit transaksi berjalan di 2018 yang sebesar 2,98 persen PDB. Penurunan defisit transaksi berjalan memerlukan upaya keras mengingat tengah masih tingginya laju impor, termasuk impor untuk memenuhi permintaan minyak dan gas.

Di sisi lain, penurunan impor juga harus dilakukan berbarengan dengan meningkatkan kinerja eskpor. Maka dari itu, tambah Perry, pelonggaran kebijakan makroprudensial juga akan menyasar pada sektor-sektor yang mendorong kegiatan ekspor. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

6 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

6 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

7 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

1 day ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

1 day ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

1 day ago