News Update

Jaga Likuiditias Perbankan, Ini Instrumen Yang Disiapkan BI

Jakarta – Meski rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan masih cukup tinggi, atau dikisaran 93 persen, Bank Indonesia (BI) terus berupaya agar likuiditas perbankan masih dapat mendorong pertumbuhan kredit di 2019. Sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo di Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019. Menurutnya, bank sentral terus menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk melakukan pemantauan terhadap kecukupan dan distribusi likuiditas di perbankan untuk ke depannya.

Selama ini, kata dia, untuk menjaga likuiditas di pasar keuangan, BI terus melakukan berbagai instrumen salah satunya dengan melakukan operasi moneter untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valas. Operasi moneter ini dilakukan dengan menyiapkan instrumen, frekuensi dan kesiapan term repo dan swap.

“Mulai tahun ini, BI memperbanyak operasi lelang moneter yang ekspansi, injeksi likuiditas melalui swap atau melalui term repo. Itu yang kami lakukan,” ujar Perry.

Baca juga: Ini Penyebab Likuiditas Perbankan Ketat

Selain itu, untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan BI menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata dari 2 persen menjadi 3 persen serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) yang dapat direpokan ke Bl dari 2 persen menjadi 4 persen masing masing dari DPK.

“GWM rerata sekarang 3 persen. Kami juga merelaksasi ketentuan secondary reserve, sehingga likuiditas makroprudensial, semula yang direpokan 2 persen menjadi 4 persen bisa seluruh direpokan. Sehingga bank-bank bisa menjadi lebih fleksibel dalam manajemen likudiitas,” paparnya.

Di bidang kebijakan makroprudensial, Bl juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0 persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92 persen. BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

“Dengan cara-cara ini, lewat LPS dan OJK, kita harapkan dampak kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga kredit tidak terlalu tinggi. Kalau subung kredit tidak terlalu tinggi, penyaluran kredit akan terus tumbuh dan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi,” ucap Perry. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Per September 2024, Home Credit Membantu Distribusi Produk Asuransi ke 13 Juta Nasabah

Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More

5 hours ago

Berkat Hilirisasi Nikel, Ekonomi Desa Sekitar Pulau Obin Tumbuh 2 Kali Lipat

Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More

6 hours ago

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

6 hours ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

7 hours ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

7 hours ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

7 hours ago