Ekonomi dan Bisnis

Jaga Investor, Penegak Hukum Diminta Segera Proses Kasus Pengambilan Air Tanpa Izin

Jakarta – Penegak hukum diminta segera memproses dugaan kasus pengambilan air tanpa izin sekaligus dugaan penjualan air kepada industri oleh PT DFT terus mengemuka. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, kasus tersebut secara tidak langsung dapat menurunkan kepercayaan kalangan investor.

“Dampaknya memang tidak secara langsung. Tapi adanya kasus ini telah mengindikasikan bahwa banyak regulasi di Indonesia yang law enforcementnya masih kurang. Sedangkan kita harus tahu bahwa rendahnya law enforcement atas regulasi dapat menurunkan kepercayaan investor. Jika hal itu sampai terjadi, artinya ada pelemahan daya saing akibat hilang atau turunnya kepercayaan dari kalangan investor itu tadi,” tegas Piter dikutip 22 Juni 2022.

Itu sebabnya, jelas Piter, penegakan hukum harus kembali diperkuat. Dalam hal ini, tentu saja melalui peningkatan law enfrorcement atas berbagai kasus di Tanah Air. Termasuk diantaranya, dugaan kasus pengambilan air tanpa izin dan dugaan penjualan air ke industri tanpa izin oleh PT DFT. “Penegak hukum harus diperkuat. Kepolisian, kehakiman, kejaksaan, itu pilar-pilar hukum kita yang ternyata tidak cukup kuat,” kata dia.

Piter menambahkan, seharusnya penyelesaian kasus PT DFT bisa dilakukan dengan cepat tanpa hambatan. Sebab, sudah ada regulasi yang mengaturnya. Praktik pengambilan sumber daya air untuk kepentingan komersil, misalnya, menurut Piter sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2019. “Pengambilan sumber daya air secara komersial harus ada izin dan ada pajaknya. Maka jika tanpa izin, sudah barang tentu ada sanksi yang wajib dijatuhkan pada pelaku,” ujarnya.

Dalam UU Nomor 17 tahun 2019 Pasal 49 ayat (2), misalnya, penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin. Dan jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.

Jika kegiatan yang dilakukan karena kelalaian, maka berdasarkan pasal 73, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama enam tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dengan adanya dugaan peraturan resmi yang dilanggar itulah, lanjut Piter, harusnya aparat penegak hukum sudah tidak perlu lagi gamang dan segera melakukan penindakan. Karena bila upaya penegakan hukum (law enforcement) tidak segera dilakukan, maka dampak negatif dari kasus ini dikhawatirkan secara tidak langsung akan merembet ke iklim investasi, baik lokal Jawa Barat maupun hingga ke skala nasional. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Catat! Ini Daftar Barang dan Jasa Bebas PPN

Jakarta – Pemerintah telah menetapkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku 1 Januari… Read More

50 mins ago

Darmawan Prasodjo, Pemimpin Transformasi PLN Raih Top 100 CEO 2024

Jakarta – Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Darmawan Prasodjo, berhasil meraih penghargaan sebagai… Read More

58 mins ago

Menyambut Libur Natal dan Tahun Baru, OJK Imbau Hindari Pinjaman Berlebihan

Jakarta - Jelang libur Natal dan Tahun Baru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghimbau masyarakat untuk… Read More

1 hour ago

LPS Pastikan Simpanan Nasabah BPR Kencana Dibayar Sesuai Ketentuan

Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi… Read More

2 hours ago

Bank BJB Bersama Petani Mitra Binaan Lakukan Panen Raya Edamame di Semarang

Jakarta – Bank BJB bersama mitra petani dari PT Kelola Agro Makmur baru-baru ini melakukan… Read More

2 hours ago

OJK Terbitkan Aturan Penyedia Likuiditas Efek, Begini Isinya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 18 Tahun 2024… Read More

2 hours ago