Moneter dan Fiskal

Jadi Tuan Rumah, Indonesia Akan Usulkan Ini di G20 2022

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima Presidensi G20 saat penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, dari Presidensi G20 2021 yakni Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, ke Indonesia yang akan mulai memegang presidensi pada 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Ada sejumlah isu yang akan diangkat dalam KTT G20 2022 yang mengangkat tema Recover Together Recover Stronger.

Menurut Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), melalui tema tersebut, Indonesia sebagai tuan rumah akan mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

“Dalam keadaan perekonomian dunia yang masih dalam terdampak Covid-19, seluruh negara perlu bergerak bersama mencapai pemulihan dunia. Hal ini antara lain dilakukan melalui koordinasi kebijakan ekonomi dan keuangan. Kerja sama dan koordinasi yang erat diharapkan tidak hanya akan mampu mendukung dunia untuk keluar dari krisis secara merata, tetapi juga akan menghasilkan pemulihan yang lebih berkualitas dalam jangka panjang,” ujarnya pada acara Focus Group Discussion yang dihadiri Suminto, Staf Ahli Menteri Keuangan, Muhsin Syihab, Staf Ahli Menterj Luar Negeri, dan sejumlah ekonom serta senior editor, di Bali, 30 Oktober 2021.

G20 terdiri dari 19 negara plus uni eropa yang memiliki kontribusi 80% terhadap PDB dunia, 75% perdagangan global, dan 60% populasi di muka bumi ini, sehingga bisa menjadi global agenda setter terhadap kebijakan-kebijakan global.  “Kondisi krisis adalah kesempatan untuk mengusulkan tema yang sesuai untuk kepentingan negara karena masing-masing negara punya kepentingan yang sama. Berbeda dalam dalam kondisi normal di mana masing-masing negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda,” ucap Dody.

Selain isu sherpa track yang akan diangkat seperti diantaranya kesehatan, lingkungan, anti-korupsi, pendidikan, tenaga kerja, dan pariwisata, ada enam fokus di bidang keuangan yang akan diangkat. Satu, exit strategi untuk mendukung pemulihan ekonomi. Dua, scaring effect to mendukung pertumbuhan ke depan, baik di sektor keuangan maupun sektor riil. Tiga, sistem pembayaran untuk mendukung lalu lintas dana berbasis digital dan mata uang bank sentral (CBDC). Empat, sustainable finance. Lima, inklusi keuangan, dari sisi digital maupun SMEs. Enam, perpajakan internasional. (*) KM

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Telah Salurkan KUR Rp158,6 T per Oktober 2024

Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More

6 mins ago

OJK Panggil dan Awasi Ketat KoinP2P, Ini Alasannya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More

44 mins ago

149 Saham Hijau, IHSG Dibuka Menguat 0,48 Persen

Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (22/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

1 hour ago

Rupiah Diprediksi akan Tembus Rp16.000 per Dolar AS

Jakarta - Rupiah berpeluang masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat ketegangan geopolitik Ukraina dan Rusia… Read More

1 hour ago

Harga Emas Antam Menggila! Sekarang Segini per Gramnya

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Jumat, 22 November… Read More

2 hours ago

IHSG Berpeluang Melemah, Simak 4 Rekomendasi Saham Berikut

Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More

3 hours ago