Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.287 atau melemah 2,91 persen dalam seminggu pada akhir perdagangan pekan lalu, 8 November 2024. Berdasarkan hal itu, IHSG saat ini berada dalam fase downtrend untuk jangka pendek dengan momentum penurunan yang kuat.
“Apabila melihat dari data foreign flow, IHSG berpotensi untuk terus melanjutkan penurunan hingga level 6.800-6.900 yang tidak harus langsung menuju ke level tersebut tentunya,” ucap Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani dalam risetnya di Jakarta, 11 November 2024.
Jika dilihat secara teknikal, menurut Dimas, IHSG masih tertahan di MA50 weekly sehingga berpotensi untuk mengalami penguatan. Sementara dalam jangka pendek, dengan area support IHSG saat ini berada di level 7.100 sebagai support dan 7.400 sebagai level resistancenya.
Baca juga: DBS Group Mau Caplok Saham Bank Malaysia, Ini Bocorannya
“Data foreign flow juga harus diperhatikan misal ketika IHSG mengalami kenaikan, apakah terjadi akumulasi dari investor asing atau justru melanjutkan distribusi sehingga hanya berupa mark up, seperti yang sering terjadi salah satunya pada Jumat kemarin,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Dimas mengimbau para trader atau pun investor benar-benar mencermati sejumlah sentimen yang kemungkinan memengaruhi pasar selama satu pekan ke depan, salah satunya adalah inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) pada Oktober.
Pekan ini inflasi tahunan AS bulan Oktober diprediksi akan mengalami kenaikan sebesar 2,6 persen, capaian ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 2,4 persen, namun masih berada di dalam rentang yang sama dalam tiga bulan terakhir.
“Jika kita lihat dari target yang ditetapkan The Fed, yaitu inflasi 2 persen di 2024 maka data inflasi Oktober apabila sesuai dengan konsensusnya masih sejalan untuk semakin mendekati target inflasi yang ditetapkan The Fed tersebut,” ujar Dimas.
Hal lain yang juga perlu dicermati adalah PPI bulanan AS pada Oktober, yakni sehari setelah inflasi AS dirilis dari sisi produsen, PPI bulanan AS Oktober diprediksi mengalami kenaikan level 0,2 persen. Angka itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tidak mengalami kenaikan sama sekali dibanding Agustus.
Baca juga: Resmi Melantai di Bursa, Saham DAAZ Melesat 25 Persen
Seperti yang diketahui bahwa indikator ini sempat menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku pasar dan pemangku kebijakan, karena mengalami penurunan yang konsisten dalam beberapa bulan terakhir. Ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan perlambatan ekonomi AS, bahkan resesi sempat ramai dibicarakan.
“Akan tetapi, setelah kemenangan Trump dalam Pilpres kemarin, yang salah satu kebijakan ekonominya dalah menurunkan tarif pajak penghasilan dan usaha serta akan memperkuat posisi keuangan perusahaan di AS maka kekhawatiran terhadap terjadinya pelemahan atau resesi ekonomi AS sudah mulai surut,” tutupnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha… Read More
Jakarta - PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta terus meningkatkan kapasitas tempat duduk untuk Kereta… Read More
Jakarta – Starbucks, franchise kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) tengah diterpa aksi pemogokan massal… Read More
Jakarta - Dalam rangka menyambut Natal 2024, Bank Mandiri menegaskan komitmennya untuk berbagi kebahagiaan melalui… Read More
Jakarta – Sejumlah bank di Indonesia melakukan penyesuaian jadwal operasional selama libur perayaan Natal dan… Read More
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More