News Update

Investor Global Beralih ke Fixed Income

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham global ditutup melemah pada hari Jumat lalu dibayangi kekhawatiran akan turunnya pertumbuhan ekonomi global. Indeks Nikkei Jepang turun 0,4% dan Hang Seng Hongkong turun 1,2%. Di Eropa, DAX Index Jerman turun 2,5% sementara S&P 500 di AS turun 0,9%.

Imbal hasil (yield) obligasi Negara di kawasan Asia terus turun hingga level terendah, setelah investor banyak membeli instrumen tersebut di tengah kekhawatiran akan pelambatan ekonomi global dan juga ketidakpastian seputar Fed Fund rate dan referendum UK. Minggu lalu World Bank menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dari 2,9% menjadi 2,4% tahun ini. Yield Japanese Government Bonds (JGB) tenor 10 tahun menyentuh level terendah pada hari Jumat kemarin yaitu -0,14%. Yield yang negatif ini tidak menyurutkan minta investor untuk membeli JGB di tengah ketidakpastian. Saat ini investor asing memegang sekitar 10% JGB. Jumlah obbligasi yang telah berada di zona imbal hasil negatif kini mencapai USD10,4 triliun dan menurut Bill Gross (bond guru) dari Janus Capital Group hal ini akan menjadi supernova yang akan meledak suatu saat. Di Negara lain, obligasi Negara Korea Selatan tenor 10 tahun turun menjadi 1,64%, Australia 10 tahun turun hingga rekor terendah yaitu 2,1%, sementara Malaysia 10 tahun tercatat sebesar 3,87%.

IMF memperingatkan China mengenai konsekuensi serius atas naiknya dan memburuknya posisi utang China, yang jika tidak ditangani dengan cepat akan menciptakan risiko sistemik yang berbahaya tidak hanya bagi China namun juga pasar keuangan global. Meskipun total utang China sebesar 225% terhadap GDP bukan merupakan yang terbesar, namun total utang korporasi (swasta) yang mencapai 145% terhadap GDP termasuk cukup tinggi. Meningkatnya utang namun tidak mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan menjadi permasalahan serius, karena kemampuan membayar utang jadi menurun. Sekitar 55% dari utang swasta didominasi oleh utang BUMN. Namun tahun lalu keuntungan dan pendapatan BUMN justru turun masing-masing 6,7% dan 5,4%.

Investor di Eropa memburu obligasi korporasi di samping obligasi Negara yang selama ini juga telah dibeli. Hal ini seiring dengan semakin dekatnya referendum UK dan dimulainya pembelian obligasi korporasi oleh ECB. Tema global jumat lalu adalah menghindari saham dan beralih ke obligasi. Market analyst London Capital Group menyebutkan bahwa pengalihan investasi dari saham ke obligasi korporasi telah membuat distorsi yang tidak sehat antara risiko dan keuntungan. Yield obligasi korporasi turun dan tidak lagi mencerminkan fundamentalnya.

Data US jobless claim untuk minggu yang berakhir 4 Juni turun 4.000 menjadi 264.000, lebih rendah dibandingkan perkiraan pengamat yaitu sebesar 270.000 orang. Data ini cukup positif setelah data US non-farm payroll sebelumnya yang hanya menambah 38.000 pekerja di bulan Mei.

Harga minyak dunia ditutup turun seiring dengan menguatnya USD dan adanya sentiment negatif mengenai pertumbuhan ekonomi global. Harga minyak WTI crude untuk pengiriman Juli turun USD1,5 (3%) menjadi USD49,1 per barrel. Sementara Brent Crude untuk pengiriman Agustus turun USD1,4 (2,7%) ke level USD50,5 per barrel.

Yield UST turun setelah investor global membeli kembali produk fixed income di tengah ketidakpastian. Yield UST 10 tahun turun 4 bps ke level 1,64% level terendah sejak Mei 2013. Sementara yield UST 30 tahun turun 3 bps ke level 2,45%. Sementara di Jerman, German bund tenor 10 tahun turun ke level terendah yaitu 0,02%.

Pasar SUN Jumat ditutup melemah. Yield SUN tenor 10 tahun naik 2 bps ke level 7,64% (ytd turun 110 bps, akhir tahun lalu 8,74%). IHSG ditutup turun 29 poin (0,6%) ke level 4.848 (ytd 5,5%, akhir tahun sebesar 4.593). Investor asing membukukan net buy sebesar Rp95 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp6,5 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah ditutup melemah Rp7 menjadi Rp13.294/USD. NDF 1 bulan ditutup melemah Rp78 ke level Rp13.383/USD. CDS 5 tahun naik 3 bps (persepsi risiko naik) ke level 191 bps. CDS Indonesia 5 tahun telah turun 37 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan negatif atau paling tidak sideways karena minimnya sentimen positif dan menanti kepastian FOMC meeting pada hari selasa dan rabu minggu ini, serta referendum Brexit minggu depan. NDF yang melemah signifikan akhir pekan lalu diperkirakan akan diikuti pelemahan nilai tukar Rupiah pada pasar spot hari ini. (*)

 

 

Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK

Paulus Yoga

Recent Posts

Naik 16,54 Persen, Impor RI Oktober 2024 Tembus USD21,94 Miliar

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor pada Oktober 2024 sebesar USD21,94 miliar atau naik 16,54… Read More

4 mins ago

Bank Banten Ungkap Rencana Take Over Kredit ASN di Kabupaten Lebak dan Kota Serang

Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) berencana mengambil alih (take over)… Read More

21 mins ago

Ekspor RI Naik 10,69 Persen jadi USD24,41 Miliar di Oktober 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pada Oktober 2024 mengalami peningkatan. Tercatat, nilai ekspor Oktober… Read More

32 mins ago

Neraca Perdagangan RI Oktober 2024 Surplus USD2,48 Miliar

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar USD2,48… Read More

38 mins ago

RUPSLB Bank Banten Sepakati Pergantian Pengurus, Ini Susunan Direksi dan Komisaris Terbaru

Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) baru saja menggelar Rapat Umum… Read More

49 mins ago

Dolar Menguat, Rupiah Tertekan ke Rp15.938 Imbas Sikap The Fed

Jakarta - Rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan dolar… Read More

1 hour ago