News Update

Inklusi Keuangan Baru 36%, Rawan Aksi Money Laundering

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menilai, tingkat inklusi keuangan di Indonesia per akhir 2014 yang hanya sebesar 36 persen dikhawatirkan bakal menciptakan kerawanan terjadinya tindak pidana pencucian uang (money laundering) dan praktik shadow economy.

Menurut Deputi Gubernur BI, Sugeng, salah satu pemicu utama rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia diakibatkan perilaku eksklusif lembaga keuangan terhadap masyarakat. “Sekarang capaian inklusi keuangan masih jauh dari 75 persen,” ujarnya di Gedung BI Jakarta, Senin, 18 Desember 2017.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, hingga akhir 2014 tingkat inklusi ke lembaga keuangan formal hanya sebesar 36 persen dari jumlah penduduk dewasa. Namun demikian, kata Sugeng, pemerintah telah menargetkan tingkat inklusi keuangan sebesar 75 persen hingga akhir 2019.

“Eksklusivitas keuangan akan merusak aktivitas keuangan, seperti terjadinya shadow banking atau transaksi yang tidak tercatat. Sehingga, rawan terhadap tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme,” ucap Sugeng.

Dia mengatakan, bahwa tingkat inklusi keuangan yang rendah juga akan mengurangi kekuatan sistem keuangan jika terjadi resesi ekonomi. “Ekslusivitas sistem keuangan juga bisa memperbesar kesenjangan dan akan menimbulkan banyak kerawanan,” tukasnya.

Dia menyebutkan, saat ini tingkat gini ratio sebesar 0,38 poin bisa ditekan oleh pemerintah dan lembaga keuangan dengan membuka akses finansial kepada seluruh lapisan masyarakat. “Indeks gini ratio kita masih mendekati angka 0.4 poin. Jadi masih cukup tinggi terjadi kesenjangan,” tukasnya.

Sugeng menambahkan, rendahnya tingkat inklusi keuangan juga bisa berakibat negatif ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. “Eksklusivitas keuangan berdampak pada tidak adanya budaya menabung, sehingga tidak memiliki dana untuk keperluan masa depan,” paparnya.

Guna dapat mencapai target inklusi keuangan sebesar 75 persen di 2019, dirinya berharap, penyaluran bantuan sosial secara non-tunai bisa dimasukkan ke dalam perhitungan inklusi keuangan. “Kami dengan beberapa kementerian masih merumuskan cara menghitung inklusivitas dan tidak hanya berdasarkan Bank Dunia,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

2 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

3 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

3 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

22 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

23 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

23 hours ago