Jakarta – Di tengah kondisi yang menantang akibat ketidak pastian global, industri BPR dihadapkan pada sejumlah tantangan dan peluang.
Setidaknya, ada dua hal yang bisa menjadi peluang dan juga tantangan bagi industri BPR sekarang ini, antara lain terkait dampak Covid-19, serta Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Hal tersebut seperti dijelaskan Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah dalam Seminar Nasional Perbarindo dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan tema ‘Memperkuat Kompetensi Digital untuk SDM BPR/BPRS: Keterampilan dan Kemampuan untuk Masa Depan’, yang diadakan di Harris Hotel Kelapa Gading, Selasa, 11 April 2023.
Peluang pertama, lanjut Tedy, ialah perpanjangan relaksasi kredit hingga 31 Maret 2024 untuk segmen tertentu yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perpanjangan ini, tentu sangat membantu industri BPR-BPRS untuk bangkit setelah sebelumnya sempat dihantam pandemi.
Sebagai informasi, perpanjangan relaksasi tersebut meng-cover segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), penyedia akomodasi dan makan-minum, serta sejumlah industri yang menyediakan lapangan usaha besar.
“Tantangan pertama ke depannya ialah terkait dampak Covid-19 yang masih dirasakan oleh seluruh pelaku BPR khususnya UMKM. Dan ini sudah tergantikan bahwa POJK 17 ini digantikan dengan relaksasi dengan keputusan Dewan Komisioner Nomor 34 yang membuat beberapa hal,” ujarnya.
Tedy mengungkapkan, meski saat ini menjadi sebuah peluang, tapi akan menjadi tantangan nantinya ketika masa relaksasi telah usai. Oleh karena itu, industri BPR perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dan melakukan assesment ulang yang wajib dilakukan mulai dari sekarang.
“Kami mengajak dan mengimbau kepada seluruh jajaran praktisi pelaku BPR memastikan walaupun ruang relakasasi ini masih bisa kita lakukan terkait dampak covid sampai periode 31 Maret 2024, tetapi prinsip kehati-hatian dan assesment ulang wajib dilakukan sejak sekarang, memastikan bahwa tidak akan berdampak signifikan di periode 2024 berakhirnya dewan komisioner 34 ini,” tegas Tedy.
Tantangan berikutnya yang akan dihadapi industri BPR terkait dengan peluang dan juga menjadi tantangan, lanjut Tedy, yaitu lahirnya UU P2SK.
“Dengan pemberlakuan UU ini, ada ruang dan tantangan yang harus dihadapi industri BPR, salah satunya nilai tambah ialah perubahan nama dari bank perkreditan rakyat menjadi bank perekonomian rakyat dan ini membuat peluang bagi industri kita, membuat ruang lingkup usaha dari indsustri kita semakin besar,” katanya.
Kemudian, saat ini BPR juga telah diperbolehkan untuk menggunakan teknologi informasi (TI) dalam kegiatan bisnisnya. Tentunya ini juga menjadi sebuah tantangan, karena harus dibarengi dengan peningkatan keamanan siber agar penerapan TI dalam proses bisnis BPR berjalan dengan lancar. (*) Bagus Kasanjanu
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More