Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) menyambut baik upaya
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan meminta perbankan untuk menyiapkan data nasabah kartu kredit. Apalagi hal ini dilakukan untuk kepentingan pajak.
Anggota Komisi XI DPR RI dari partai Golongan Karya, Mukhammad Misbakhun mengungkapkan masalah pajak merupakan masalah serius. Sehingga demi melihat wajib pajak nakal, perlu ada sebuah keterbukaan.
“Rezim kerahasiaan data nasabah harus sudah mulai diubah. Khususnya terkait pajak. Jadi sudah tidak perlu ditutupi, untuk hal yang berbau pajak,” kata Misbakhun usai menyoroti laporan Otoritas Jasa Keuangan terhadap permasalahan perbankan, di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu 29 Maret 2017.
Ia mengatakan bila berkaca pada negara-negara lain seperti di AS, data nasabah sudah bisa dibuka untuk kepentingan hukum, khususnya pajak. Artinya jika hal ini bisa dilakukan negara lain, di Indonesia juga harus bisa.
“Polisi saja bisa buka data nasabah di AS,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon menuturkan penghapusan prinsip kerahasiaan perbankan (bank sekresi) sudah disepakati di negara G20 dalam rangka menyambut era Automatic Exchange System of Information (AEoI) antarnegara yang secara global resmi dimulai tahun 2018.
Namun lanjutnya untuk mendorong hal itu perlu dibuat landasan hukum yang kuat dulu di Indonesia.
Di Indonesia sendiri Peraturan Perundang Undangan (PERPU) terkait hal itu sedang di godok.
“Karena secara aturan bank saat ini memang belum bisa membuka data nasabah,” Ujar Nelson.
Seperti diketahui Ditjen Pajak meminta perbankan untuk menyiapkan data nasabah kartu kredit. Hal ini dilakukan menyusul akan berakhirnya Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty.
Adapun penyampaian data kartu kredit oleh bank harus sesuai dengan format data yang telah disepakati dalam Kamus Data dan Informasi Kartu Kredit dari Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit, seperti data Pokok Pemegang Kartu periode data Juni 2016 sampai dengan Maret 2017, dan data transaksi kartu kredit periode Juni 2016 sampai dengan Maret 2017 untuk seluruh pemegang kartu kredit.
Ditjen Pajak mencatat, ada 22 Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit yang wajib melaporkan data:
1. PT Pan Indonesia Bank, Ltd
2. PT Bank ANZ Indonesia
3. PT Bank Bukopin
4. PT Bank Central Asia
5. PT Bank CIMB Niaga
6. PT Bank Danamon Indonesia
7. PT Bank MNC International
8. PT Bank ICBC Indonesia
9. PT Bank Maybank Indonesia
10. PT Bank Mandiri
11. PT Bank Negara Indonesia
12. PT BNI Syariah
13. PT Bank OCBC NISP
14. PT Bank Permata
15. Bank Rakyat Indonesia
16. PT Bank Sinarmas
17. PT Bank UOB Indonesia
18. Standard Chartered Bank
19. The Hongkong & Shanghai Banking
20. PT Bank QNB Indonesia
21. Citibank N.A
22. PT AEON Credit Services
Menurut Infobank Institute, dengan kewajiban menyetor transaksi kartu kredit ke Ditjen Pajak, maka diperkirakan volume transaksi kartu kredit akan menyusut. Demikian bank-bank penyelenggara kartu kredit akan kehilangan pendapatan dari penurunan transaksi, juga penurunan suku bunga dari Bank Indonesia yang semula maksimal 2,95 persen (per bulan) menjadi 2,25 persen. (*)
Jakarta - PT BPR Syariah BDS berkomitmen untuk memberikan pelbagai dampak positif bagi nasabahnya di Yogyakarta dan… Read More
Denpasar--Infobank Digital kembali menggelar kegiatan literasi keuangan. Infobank Financial & Digital Literacy Road Show 2024… Read More
Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menggandeng holding BUMN pangan ID FOOD dalam pelaksanaan program… Read More
Jakarta - PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) terus berupaya mendukung transformasi digital, khususnya bagi… Read More
Jakarta – STAR Asset Management (STAR AM) mengajak investor memanfaatkan peluang saat ini untuk berinvestasi… Read More
Jakarta - Dalam rangka mendukung upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan, BRI Insurance berkomitmen turut… Read More