Ilustrasi tarif impor AS terhadap China (foto:ist)
Jakarta – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin memanas. AS kembali menaikkan tarif impor terhadap produk China hingga 145 persen. Sebagai balasan, China menaikkan tarif bea masuk untuk seluruh produk asal AS, dari sebelumnya 84 persen menjadi 125 persen, mulai 12 April 2025.
Meski begitu, Presiden AS Donald Trump menyampaikan pernyataan terbaru pada malam sebelumnya. Ia menyatakan akan tetap memberlakukan tarif untuk produk seperti telepon, komputer, dan barang-barang elektronik populer, meski sempat ada penangguhan.
Produk yang dikecualikan hanya akan dipindahkan ke kelompok tarif yang berbeda, dan AS akan tetap mengamati segmen semikonduktor dan seluruh rantai pasokan elektronik.
Baca juga: Bos OJK Beberkan Dampak Tarif Trump ke Ekonomi RI
Melihat hal itu, Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menilai perang dagang antara AS dan Tiongkok justru membuka peluang positif bagi Indonesia, berlawanan dengan kekhawatiran sebelumnya yang lebih menyoroti dampak negatif.
Pandu menyebut, kondisi tersebut sebagai blessing in disguise bagi perekonomian Indonesia, karena dinamika tarif yang terjadi justru mendorong Indonesia untuk semakin berfokus pada penguatan dalam negeri.
“Perang dagang secara keseluruhan malah membuat Indonesia sekarang banyak fokus ke diri kita sendiri. Sebenarnya ini bagus, seperti deregulasi yang dilakukan pemerintah dan fokus terhadap investasi,” kata Pandu kepada media di Jakarta, Senin, 14 April 2025.
Pandu menilai pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengumumkan pengecualian tarif untuk produk elektronik serta rencananya berbicara langsung dengan Presiden China, Xi Jinping merupakan sinyal positif. Hal tersebut terlihat dari respons pasar modal yang meningkat hampir 2 persen.
“Jadi in a way almost rewind ke hal awal dan juga sekarang bagusnya Pak Trump juga berbicara akan berbicara ke Presiden Xi. Menurut saya itu langkah yang baik Kelihatan dari pasar modal hari ini juga naik hampir 1 persen kan,” imbuhnya.
Selain itu, Pandu menyebut dampak perang dagang ini juga tampak dari meningkatnya penjajakan investasi oleh investor asing, terutama dari AS. Para investor besar disebut aktif mencari alternatif investasi guna menjaga imbal hasil (return), dan Indonesia menjadi salah satu negara yang menarik perhatian.
“Mereka malah yang nanya-nanya ke saya, ‘ini sebaiknya bagaimana ya?’ Karena mereka melihat Indonesia sekarang secara politik cukup stabil, kebijakan juga relatif bagus, fokus ke food security dan energy security,” ujar Pandu.
Baca juga: Perang Brutal China vs AS: Saatnya Indonesia Pakai Jurus Hedging
Sebagai salah satu contoh konkret, Pandu mengungkapkan, Qatar bahkan mengusulkan pembentukan dana investasi (investment fund) khusus untuk Indonesia.
“Makanya contoh tadi malam aja Qatar bilang ‘Yuk kita bikin fund bareng saya masukin deh buat Indonesia’, itu salah satu contoh,” tuturnya.
Pandu juga menyoroti potensi relokasi industri dari China dan Vietnam ke Indonesia. Namun, ia menekankan pentingnya memastikan nilai tambah dari investasi yang masuk.
“Kita harus pastikan ada transfer of knowledge, ada technology transfer. Jangan hanya sekadar buka pabrik dan jual barang keluar. Investasi harus membawa peningkatan produktivitas dan output,” tutupnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Jakarta - PT Bank Digital BCA (BCA Digital) menargetkan sebanyak 2,6 juta nasabah blu by BCA… Read More
Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), Rosan… Read More
Jakarta – PT Bank Jago Tbk (ARTO) mencatat kinerja cemerlang di tiga bulan pertama 2025,… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan sebanyak… Read More
Jakarta - Bank Universal BPR menggelar acara Pengundian Tabungan Universal Arisan ke-2, Peluncuran Green Deposit,… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) resmi mencabut dan menarik beberapa pecahan uang rupiah yang sudah tidak berlaku. Masyarakat… Read More