Jakarta – Jutaan nasabah ramai-ramai menutup produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unitlink. Eksodus tertinggi terjadi di tahun 2020. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemegang polis unitlink yang biasanya mencapai 7 juta, pada tahun 2020 turun menjadi 4,2 juta atau berkurang 2,8 juta. Ada apa?
Selain faktor pandemi Covid-19 yang menurunkan daya beli masyarakat sehingga tidak melanjutkan produk unitlink-nya saat jatuh tempo, ada faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap berkurangnya minat nasabah untuk membeli produk unitlink. Yakni, banyaknya keluhan nasabah terkait produk unitlink.
Yang patut disayangkan, maraknya keluhan terhadap produk unitlink tersebut tak lepas dari masih belum meratanya tingkat literasi masyarakat atas asuransi jiwa. Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan OJK pada 2019 menunjukkan, indeks literasi asuransi hanya 19,4%, lebih rendah dari indeks literasi perbankan yang mencapai 36,12%.
Tak hanya itu, penetrasi dan densitas asuransi jiwa di Indonesia juga masih sangat rendah. Data OJK menunjukkan sampai Juli 2020, penetrasi asuransi jiwa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia baru 1,1%. Artinya, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki polis asuransi jiwa baru 17,4 juta orang atau 16 orang per satu polis. Sedang densitas atau pengeluaran per penduduk di Indonesia selama setahun untuk asuransi hanya sebesar Rp554,970.
“Berbagai keluhan pemegang polis di tengah penetrasi asuransi jiwa di Indonesia yang rendah menunjukkan perlunya semua pihak di industri ini untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi,” papar Muhammad Irsan, Head of Agency Training & Manpower Development, PT Tokio Marine Life Insurance Indonesia, dalam webinar “Bijak Memilih Asuransi yang Tepat dan Aman”, Rabu, 28 April 2021.
Perusahaan asuransi, kata Irsan, juga sudah seharusnya memastikan bahwa para tenaga pemasarnya telah tersertifikasi dan memiliki pengetahuan produk yang baik sehingga mampu memasarkan seluruh produk yang dijual sesuai aturan yang berlaku.
“Di Tokio Marine Life Insurance Indonesia, kami mempunyai program pelatihan berkala untuk para tenaga pemasar bahkan kami secara khusus juga mengundang trainer profesional untuk memberikan program pelatihan yang komprehensif sebagai bekal para tenaga pemasar kami agar mereka dapat menjual produk dengan cara yang benar,” ujarnya.
Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Financial Planning Standards Board Indonesia (LSP FPSB) Tri Djoko Santoso menyarankan, nasabah mesti bijak saat akan membeli produk asuransi yang sesuai dengan yang dibutuhkan. “Bijak dari sisi perecanaan keuangan, tahu mana yang dibutuhkan dan mana yang diinginkan. Need and want. Semua orang punya kemampuan beda. Ini dasar memilih bijak memilih asuransi jiwa,” ujar Tri Djoko di forum yang sama.
Tri Djoko mengungkapkan, pada dasarnya polis asuransi jiwa fungsi utamanya adalah proteksi keuangan menyeluruh, yaitu melindungi keuangan keluarga karena hilang atau berkurangnya penghasilan (income protection) dan kekayaan (wealth protection) seorang pencari nafkah atau pemilik kekayaan, karena sebab meninggal, kecelakaan, sakit dan cacat.
“Dalam perencanaan keuangan, polis asuransi jiwa memiliki peran sangat penting bagi keluarga dari sejak seorang mulai bekerja (income and debt protection), menikah, memiliki anak sampai meninggal (warisan),” ungkap Tri Djoko.
Karena itu, kata dia, polis asuransi jiwa dikemas dalam bentuk premi proteksi saja dan premi proteksi plus nilai tunai (tabungan atau investasi) untuk tujuan dan manfaat keuangan yang berbeda.
“Perlu diingat, seiring berjalannya waktu, premi proteksi asuransi akan terus meningkat seiring bertambahnya usia, inflasi dan jenis proteksi. Premi nilai tunai salah satunya manfaat untuk membantu membayar kenaikan premi asuransi, selain itu, premi nilai tunai dapat memberi manfaat-manfaat tabungan dan investasi lainnya,” papar Tri Djoko.
Senior Vice President PT Schroders Investment Management Indonesia, Adrian Maulana, menambahkan, dalam hal berinvestasi, calon investor atau pemegang polis harus lebih dahulu mengenal produk investasi dan profil risiko dari nasabah.
“Sebabnya, tingkat risiko dari setiap jenis instrumen investasi itu berbeda-beda dan disesuaikan dengan profil risiko nasabah,” ujar Adrian di forum yang sama.
Di sisi lain, kata diam peran perusahaan asuransi juga perlu untuk memberikan edukasi kepada calon investor atau pemegang polis. Sebab, mereka mempunyai hak untuk berinvestasi sesuai dengan profil risikonya. Kedua unsur ini sangat penting agar tidak muncul dispute di kemudian hari.
Dalam hal pembelian produk asuransi yang terhubung investasi, lanjut dia, nasabah juga berhak menentukan pilihan investasi dan sebaiknya memilih jenis instrumen investasi dengan hati-hati sesuai dengan profil risiko nasabah.
“Biasanya setiap produk asuransi itu mempunyai fasilitas untuk melakukan switching. Dalam artian, fitur switching ini diberikan untuk memudahkan nasabah jika ingin mengubah jenis produk investasinya apabila terdapat perubahan toleransi risiko nasabah yang sesuai dengan isian profil risiko nasabah,” ujarnya. (*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More