Jakarta– Pada bulan Desember 2015, PwC Indonesia merilis analisis lokal dari Survei Banking Banana Skins PwC. Para bankir di Indonesia memiliki kekhawatiran yang sama dengan yang diungkapkan baru-baru ini oleh para CEO perbankan global sehubungan dengan perlambatan makro ekonomi dan gejolak nilai tukar. Terlebih lagi, kekhawatiran tersebut berkaitan langsung dengan bagaimana bank mengevaluasi kegiatan operasi mereka.
“Kami melihat adanya gelombang langkah yang dilakukan oleh bank-bank di Indonesia untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Perbedaannya di Indonesia, adalah bank-bank masih menikmati margin yang relatif tinggi. Apabila penurunan margin terjadi. sebagaimana telah terjadi di negara-negara Asia Tenggara lainnya, mungkin akan berdampak signifikan pada profitabilitas,” kata David Wake, Financial Services Industry Leader PwC Indonesia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta belum lama ini.
Lagipula, lanjutnya, pasar di Indonesia memiliki potensi keunggulan yang signifikan dalam jangka panjang, dan penting bagi bank untuk menilai dengan hati-hati perubahan yang memungkinkan mereka untuk tetap sehat agar dapat tumbuh.
Para CEO bank global berfokus pada manajemen risiko. Serupa dengan di Indonesia, risiko kredit, risiko teknologi dan kualitas manajemen risiko sangat menonjol dalam daftar kekhawatiran para bankir. Khususnya, meningkatnya jumlah restrukturisasi utang dan kredit macet yang menyebabkan bank di Indonesia mengevaluasi sistem dan proses mereka untuk mengidentifikasi, mengukur dan menanggapi risiko kredit.
“Bank-bank di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan, potensi pertumbuhan masih tinggi, namun kebutuhan untuk menggerakkan kegiatan operasi yang efisien dari segi biaya yang mahir dalam mengelola risiko dan perubahan yang sejalan dengan strategi bisnis semakin mendesak,” tambahnya.
Survei PwC tersebut dilakukan terhadap 176 CEO sektor Perbankan dan Pasar Modal/Banking & Capital Markets (BCM) dari 62 negara mengungkap tantangan besar yang dihadapi bank-bank di dunia. Tantangan dari ekonomi global, kinerja usaha yang buruk, meningkatnya risiko-risiko seperti risiko siber, beban karena peraturan berlebihan dan merebut peluang dari munculnya teknologi baru berarti bahwa tekanan atas para CEO perbankan saat ini lebih besar dibandingkan krisis keuangan.
Temuan laporan ‘Creating a platform for competitive regeneration’, yang merupakan bagian dari Survei Global PwC yang ke-19 terhadap lebih dari 1.400 CEO global, menyoroti ancaman bagi prospek bank. (*) Ria Martati
Jakarta - Sejumlah bank digital di Indonesia telah merilis laporan keuangan pada kuartal III 2024.… Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penermaan dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Oktober 2024 mencapai… Read More
Jakarta - Kinerja fungsi intermediasi Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) menunjukkan hasil yang sangat baik… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan internasional. Termasuk… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) di perbankan… Read More
Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menargetkan jumlah agen asuransi umum mencapai 500 ribu… Read More