Categories: Analisis

Ini Catatan DPR Untuk Otoritas Pemerintah

Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan ekonomi yang semakin berat kedepan. Selain perlambatan ekonomi, daya saing Indonesia akan diuji pada pasar integrasi ASEAN. Apriyani Kurniasih.

Jakarta–Perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini perlu penanganan yang serius dari otoritas, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun lembaga otoritas pemerintah lainnya. Pasalnya Indonesia akan dihadapkan kepada sejumlah tantangan ekonomi yang makin berat dan kompetitif di era pasar yang terintegrasi dalam Masyarakat Ekonomi Asean.

Saat ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan otoritas untuk mendorong ekonomi. Hingga september 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat hingga 10,96% menjadi 27,73 juta jiwa. Tahun ini jumlah diprediksi kembali meningkat sebesar 11,5%. Begitu juga dengan angka pengangguran terbuka yang pada Pebruari 2015 jumlahnya mencapai 5,8% dari total penduduk.

Disisi lain, akses masyarakat ke perbankan pun masih sangat kecil. dari sekitar lebih dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia masih ada sekitar 120 juta jiwa yang belum mendapatkan akses layanan perbankan (unbankable). Dan dari sekitar 57 juta UMKM yang ada di Indonesia, baru sekitar 30% nya saja yang bisa mengakses perbankan (bankable).

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta lembaga otoritas ekonomi di Indonesia untuk bekerja lebih keras guna mengembalikan kondisi perekonomian yang lebih baik. “DPR terus memberi kesempatan kepada pemerintah untuk bekerja sebaik-sebaiknya untuk mengembalikan kondisi perekonomian saat ini,”ujarnya.
Ada sejumlah catatan yang disampaikan Misbakhun untuk lembaga otoritas ekonomi di Indonesia. Pertama, konsumen produk jasa keuangan akan menuntut layanan yang lebih cepat, fleksibel dengan produk yang semakin variatif. Kedua, perbankan harus siap meningkatkan penyaluran kredit investasi terutama di sektor manufaktur, energi dan infrastruktur dalam rangka memperbaharui dan merevitalisasi kapasitas perindustrian.

Ketiga, perubahan landscape regulasi industri perbankan yang menuntut reformasi yang komprehensif mencakup antara lain struktur permodalan, likuiditas, governance dan sekuritas guna menurunkan probilitas kegagalan institusi.

Keempat, integrasi sektor perbankan ASEAN pada 2020. “Untuk mengantisipasi hal tersebut, otoritas perlu ,mengupayakan untuk memperjelas arah kegiatan usaha perbankan dan meningkatkan daya saing agar dapat memanfaatkan pasar ASEAN,” jelas Misbakhun.

Dan, kelima, Stabilitas sosial politik yang berdampak
kepada kinerja perekonomian.
“Untuk itulah, diperlukan peningkatan fungsi intermediasi sektor keuangan kepada sektor riil, serta integrasi lembaga keuangan bank dan non bank,” tukasnya.

Apriyani

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

6 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

8 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

10 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

11 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

11 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

13 hours ago