Moneter dan Fiskal

Ini Cara BI Atasi Kesenjangan Sosial Ekonomi

Bandar Lampung – Bank Indonesia (BI) terus memperkuat sejumlah kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat memberikan sambutan dalam Seminar Nasional & Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi XIX di Bandar Lampung, Kamis malam, 19 Oktober 2017.

Mirza mengatakan, BI memang tidak secara langsung diamanatkan untuk mengatasi kesenjangan sosial ekonomi. Namun, kata dia, kebijakan-kebijakan BI di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengedaran uang memiliki dampak langsung.

“Ini ada dampak langsun maupun tidak langsung pada pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi,” ujar Mirza.

Dia menjelaskan, kebijakan yang utama dalam bidang moneter adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, khususnya pengendalian laju inflasi. Menurutnya, kenaikan harga barang dan jasa dengan laju yang tinggi, dapat secara langsung meningkatkan kesenjangan ekonomi.

“Ketika harga-harga terus bergerak naik dengan laju yang tinggi, maka pendapatan riil kelompok penduduk miskin dan hampir miskin akan dengan cepat tergerus. Kelompok penduduk ini pada umumnya berada di sektor informal dan tidak memiliki aset yang cukup untuk melakukan consumption smoothing,” ucapnya.

Menurutnya, BI telah melakukan sejumlah terobosan penting dengan melakukan serangkaian reformasi di bidang implementasi kebijakan moneter untuk memperkuat transmisi sinyal kebijakan moneter dan membangun pasar uang yang likuid dan berfungsi dengan baik.

“Langkah-langkah yang telah BI tempuh adalah implementasi 7-day reverse repo rate yang diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight, pembangunan benchmark yield curve di pasar uang, dan implementasi giro wajib minimum (GWM) averaging,” paparnya.

Sementara terkait dengan pengendalian inflasi, tambah Mirza, Bank Sentral juga telah terus memperkuat koordinasi pengendalian inflasi bersama Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

“Melalui koordinasi tersebut, diharapkan pengendalian inflasi, khususnya volatile food dapat lebih kuat, terutama melalui implementasi reformasi struktural baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka menurunkan biaya logistik,” jelasnya.

Selain itu, BI juga melaksanakan program pengendalian inflasi melalui pengembangan klaster ketahanan pangan, dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan (volatile foods) dan sekaligus pemberdayaan UMKM.

BI telah mengembangkan 181 Klaster komoditas ketahanan pangan dan komoditas lainnya, meliputi 21 komoditas di 46 Kantor Perwakilan BI di seluruh Indonesia.

“Kami ingin pula pada kesempatan ini mengangkat tentang telah terbangunnya suatu sistem Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sebagai infrastruktur pasar yang kami inisiasi dalam rangka mengurangi permasalahan informasi yang asimetris di pasar pangan strategis,” tambahnya.

Lebih lanjut Mirza mengungkapkan, bahwa kebijakan-kebijakan lain di BI di bidang makroprudensial dan sistem pembayaran telah pula secara tidak langsung menyumbang pada perbaikan tingkat kesenjangan.

Kebijakan tersebut antara lain mendorong akses UMKM untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari bank adalah dengan menetapkan rasio pencapaian kredit UMKM perbankan yaitu minimal sebesar 20 persen pada tahun 2018.

“Hingga bulan Agustus 2017, terdapat 69 bank dari 115 bank yang telah menyalurkan kredit UMKM di atas 15 persen. Dalam upaya untuk mencapai rasio kredit UMKM yang diharapkan, BI memberikan insentif dan disinsentif kepada bank yang dikaitkan dengan GWM,” ujarnya.

Sementara itu, di bidang kebijakan sistem pembayaran, BI juga terus mengupayakan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman, efisien, menyediakan kesetaraan akses dan melindungi konsumen. Dalam konteks ini, salah satu flagship program di bidang sistem pembayaran adalah program elektronifikasi.

“Kami berkeyakinan bahwa stabillitas ekonomi makro dan sistem keuangan adalah modal dasar utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan-kebijakan struktural jangka menengah panjang dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

8 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

8 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

10 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

10 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

12 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

12 hours ago