Jakarta – Memanasnya ketegangan geopolitik antara Iran-Israel memicu sejumlah kekhawatiran yang bisa berdampak bagi perekonomian di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebutkan bahwa serangan Iran ke Israel memiliki lima dampak yang serius ke ekonomi Indonesia.
Pertama, dapat memicu lonjakan harga minyak mentah ke USD85,6 per barel atau meningkat 4,4 persen secara tahunan (yoy). Sebagai negara penghasil minyak ke tujuh terbesar di dunia, produksi dan distribusi minyak Iran bisa terpengaruh.
Harga minyak yang melonjak berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. Tentu, ini juga akan berdapak pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) dalam mempelebar alokasi anggaran untuk belanja subsidi energi.
Baca juga: Iran-Israel Memanas, Begini Dampaknya ke Pasar Modal Indonesia
“Bagi APBN artinya ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan BBM subsidi akan disesuaikan harga dan kuota nya,” jelas Bhima saat dihubungi Infobanknews, Rabu, 17 April 2024.
Sementara, dari sisi penerimaan negara belum tentu naiknya harga minyak menguntungkan APBN. Pasalnya, berbagai komoditas lain seperti batu bara harganya justru anjlok.
Kedua, keluarnya aliran investasi asing dari emerging market atau negara berkembang, karena meningkatnya risiko geopolitik. Untuk itu, investor akan mencari aset yang aman.
“Investor juga mencari aset yang aman baik emas dan dolar AS, sehingga rupiah bisa saja melemah hingga Rp17.000 per dolar,” katanya.
Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu. Ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6-4,8 persen tahun ini.
Keempat, efek perang Iran-Israel menimbulkan dorongan inflasi karena naiknya harga energi sehingga tekanan daya beli masyarakat bisa semakin besar. Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen.
Kelima, kebijakan suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama atau higher for longer, bahkan ada risiko suku bunga naik.
Baca juga: Imbas Perang Iran-Israel, Pemerintah Bakal Evaluasi Anggaran Subsidi Energi
“Bagi masyarakat yang mau membeli kendaraan bermotor hingga rumah lewat skema kredit siap-siap bunganya akan lebih mahal,” tambahnya.
Bhima mengatakan pemerintah harus segera menyusun langkah mitigasi bagi APBN untuk menjadi shock absorber dari dampak perang Iran dan Israel. Yang mana, dibutuhkan perubahan untuk menambah alokasi berbagai belanja termasuk belanja perlindungan sosial.
“Kemudian perlu adanya tambahan belanja untuk mempercepat pengurangan konsumsi BBM dan listrik dari komoditas fosil ke energi terbarukan. APBN harus bergerak cepat,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More