Batu perhiasan; Ekspor menurun. (Foto: Istimewa).
Poin Penting
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) per November 2025 mencapai 2,72 persen. Sementara inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) tercatat sebesar 2,27 persen, dan inflasi bulanan (mont-to-month/mtm) naiki 0,17 persen dibandingkan Oktober 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Puji Ismartini, menyebut tekanan inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, mulai dari kenaikan harga emas internasional, naiknya tarif penerbangan menjelang akhir tahun, hingga produksi bawang merah yang turun ke titik terendah sepanjang 2025.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, dengan kenaikan 1,21 persen dan andil sebesar 0,09 persen. Komoditas emas perhiasan kembali menjadi pendorong utama inflasi kelompok tersebut.
“Emas perhiasan menjadi komoditas penyumbang terbesar dalam kelompok ini dan telah mencatat inflasi selama 27 bulan berturut-turut. Pada November 2025, emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 3,99 persen dengan andil inflasi 0,08 persen,” terangnya pada Senin, 1 Desember 2025.
Baca juga: Hati-Hati Promo Tiket Pesawat Murah di Libur Akhir Tahun, OJK Sebut Banyak Korban Tertipu
Selain itu, tarif angkutan udara memberikan andil inflasi sebesar 0,04 persen pada November 2025. Kenaikan ini sejalan dengan pola musiman periode Oktober-Desember ketika permintaan perjalanan meningkat dan masa promo maskapai telah berakhir.
Dari kelompok pangan, bawang merah dan wortel menjadi komoditas pendorong inflasi bulanan dengan andil masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,02 persen. Namun, beberapa komoditas pangan justru mengalami deflasi dan menahan laju inflasi bulanan.
“Daging ayam ras, cabai merah, dan telur ayam ras mengalami inflasi setelah sebelumnya mengalami inflasi dengan andil deflasi masing-masing sebesar 0,03 persen, 0,02 persen, dan 0,01 persen,” katanya.
Baca juga: Dampak Inflasi Emas, Ekonom Ingatkan Pemerintah Jaga Ekspektasi Pasar
Sementara itu, inflasi berdasarkan wilayah menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan. Secara bulanan, ada 28 provinsi mengalami inflasi, sementara 10 provinsi lainnya mengalami deflasi.
Jika dirinci, inflasi bulanan tertinggi terjadi di Papua yaitu sebesar 1,69 persen dan deflasi bulanan terdalam terjadi di Aceh yaitu sebesar 0,67 persen. Namun, jika melihat secara tahunan, seluruh provinsi di Indonesia mengalami inflasi.
“Inflasi (tahunan) tertinggi terjadi di Riau yaitu sebesar 4,27 persen dan inflasi terendah terjadi di Sulawesi Utara yaitu sebesar 0,65 persen,” ujarnya.
Baca juga: Program MBG Dorong Lonjakan Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras
Sementara, secara tahunan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi yoy, mencapai 4,25 persen dengan andil 1,22 persen. Cabai merah menjadi komoditas dengan kontribusi inflasi tahunan tertinggi, diikuti beras, ikan segar, dan telur ayam ras.
BPS juga mencatat kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan masih mengalami deflasi tahunan tipis pada November 2025. Adapun komponen harga bergejolak mencatat inflasi yoy 5,48 persen, dipicu komoditas hortikultura dan pangan segar. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Poin Penting Pertamina EP memperkuat praktik keberlanjutan dan transparansi, yang mengantarkan perusahaan meraih peringkat Bronze… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More
Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More
Poin Penting Rupiah berpotensi menguat didorong ekspektasi kuat pasar bahwa The Fed akan memangkas suku… Read More
Poin Penting RBC dan RKI TUGU melampaui industri, masing-masing di 360,9% dan 272,6%, menunjukkan kesehatan… Read More
Poin Penting Pembiayaan perbankan syariah diproyeksi tumbuh dua digit pada 2025–2026, masing-masing menjadi Rp709,6 triliun… Read More