News Update

Inflasi Medis dan Regulasi Baru Dorong Perusahaan Ubah Manfaat Kesehatan Karyawan

Poin Penting

  • Lonjakan biaya kesehatan dan aturan OJK serta BPJS mendorong perusahaan evaluasi ulang desain manfaat kesehatan.
  • Kebijakan co-payment bikin perusahaan menilai efisiensi dan keberlanjutan struktur benefit karyawan.
  • Standar kelas rawat inap BPJS KRIS memberi peluang perusahaan memberikan manfaat lebih optimal, terutama bagi karyawan kelas 2 dan 3.

Jakarta – Tekanan biaya kesehatan yang terus meningkat membuat perusahaan semakin serius mengevaluasi manfaat kesehatan karyawan. Lonjakan inflasi medis dan munculnya regulasi baru di sektor asuransi dan layanan kesehatan menjadi pemicu perubahan besar dalam desain benefit.

Temuan ini tercermin dalam Indonesia Health and Benefits Study (IHBS) 2025, laporan tahunan Mercer Marsh Benefits (MMB) Indonesia, yang menganalisis data lebih dari 400 perusahaan, 500.000 karyawan, dan 25 industri.

Country Leader Mercer Marsh Benefits Indonesia, Astrid Suryapranata menjelaskan bahwa naiknya perhatian perusahaan terhadap desain manfaat dipicu oleh keluarnya Surat Edaran OJK mengenai co-payment awal tahun.

“Ketika surat edaran co-payment dirilis, kami melihat perusahaan mulai mengevaluasi manfaat kesehatan mereka. Dalam survei IHBS terlihat perusahaan menilai apakah struktur benefit yang ada masih efisien dan berkelanjutan,” kata Astrid dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis , 11 Desember 2025.

Baca juga: OJK Pangkas Co-Payment Jadi 5 Persen, Begini Tanggapan AXA Financial Indonesia

Co-payment sendiri adalah kebijakan OJK yang mengatur porsi biaya yang dapat dibagi antara peserta dan perusahaan asuransi dalam produk komersial.

Sementara itu, perubahan besar lain juga datang dari BPJS melalui penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Menurut Astrid, perusahaan mulai melihat bagaimana KRIS dapat mengubah dasar pembiayaan manfaat tambahan melalui asuransi swasta.

“Dari IHBS kami menemukan bahwa standar kelas kamar BPJS KRIS justru memberi peluang untuk memberikan manfaat yang lebih optimal, terutama bagi karyawan yang sebelumnya ditempatkan di kelas 2 dan 3,” ujarnya.

Baca juga: Purbaya Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan

Namun, IHBS juga mengungkap adanya ketidaksinkronan strategi antara perusahaan dan pelaku industri asuransi.

MMB membandingkan ekspektasi perusahaan dengan kesiapan penyedia asuransi dan menemukan bahwa keduanya tidak selalu berjalan beriringan.

“Perusahaan ingin premi yang lebih kompetitif, tapi untuk mencapai itu benefit perlu dirasionalisasi,” imbuh Astrid. (*) Alfi Salima Puteri

Yulian Saputra

Recent Posts

Insentif Impor Mobil Listrik CBU Disetop 2026, Ini Prediksi Harga Jual di RI

Poin Penting Pemerintah hentikan insentif impor Completely Built Up (CBU) mobil listrik mulai Januari 2026.… Read More

3 hours ago

Pangsa Motor Listrik Masih Kecil Dibanding Mobil, Ini Sebabnya

Poin Penting Pangsa pasar motor listrik sangat kecil, baru sekitar 1% dari total penjualan motor… Read More

4 hours ago

Bank Mandiri Perkuat Kepercayaan Publik di Era AI

Poin Penting Bank Mandiri menekankan kemanusiaan sebagai inti inovasi di era AI dan digitalisasi. Prinsip… Read More

4 hours ago

IASC OJK Terima Laporan Kerugian Rp8,2 Triliun hingga November 2025

Poin Penting IASC OJK mencatat kerugian akibat penipuan dari Januari-November 2025 mencapai Rp8,2 triliun. Sebanyak… Read More

5 hours ago

Insiden Mobil MBG Tabrak Siswa-Guru di SDN Jakut, Begini Respons BGN

Poin Penting Sebuah mobil pengangkut MBG melaju tak terkendali di lingkungan sekolah SDN Kalibaru 01… Read More

5 hours ago

CIMB Niaga Gelar Workshop Jurnalisme Inspiratif

Kegiatan yang berlangsung di Jakarta dan Bogor hingga Sabtu (13/12/2025) tersebut diikuti sekitar 100 jurnalis… Read More

6 hours ago