Ekonomi dan Bisnis

Industri Perdagangan Berjangka Komoditi Dorong Penerapan PPh Final 

Jakarta – Para pemangku kepentingan di sektor perdagangan berjangka komoditi mendorong pemerintah melakukan penerapan pajak penghasilan (PPh) final atas transaksi derivatif di bursa berjangka komoditi. Penerapan PPh final diyakini akan mengakselerasi pertumbuhan industri dan membuat investor lebih nyaman.

“Pajak yang diterapkan di industri kami masih harus self declare di SPT masing-masing. Penerapan PPh final atas transaksi derivatif kami lihat akan menjadi salah satu katalis yang memaju pertumbuhan industri. Ini tidak hanya akan meningkatkan volume transaksi perdagangan berjangka komoditi, tapi juga mengembangkan ekosistem industri ini di Tanah Air. Pemerintah juga bisa mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor pajak,” ujar Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Fajar Wibhiyadi, di Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.

Diakui Fajar, penerapan pajak non final memang bukan satu-satunya kendala yang dihadapi industri perdagangan berjangka komoditi. Namun penerapan PPh final diharapkan akan menjadi stimulus yang luar biasa.

“Banyak calon investor yang ingin masuk ke industri ini. Tapi mereka agak berat soal pelaporan pajaknya karena dipandang agak rumit. Kalau sudah PPh final kan mereka tidak perlu lagi self declare. Jadi lebih simpel,” imbuh Fajar.

Sementara itu, Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta Stephanus Paulus Lumintang menambahkan, pihaknya sepakat bila dilakukan penerapan PPh final. Di beberapa negara lain, investor di sektor perdagangan berjangka komoditi mendapatkan insentif berupa keringanan pajak. Hasilnya, transaksi menjadi ramai.

“Kami sudah mengusulkan penerapan PPh final dengan contract base, dan besarannya sama dengan pasar modal, yakni 0,1%. Kita perlu mencontoh negara-negara tersebut untuk menggairahkan industri ini. Kita punya banyak produk komoditas,tapi yang menjadi referensi harga kok bukan kita? Itu yang harus kita perbaiki,” papar Paulus.

Lalu kapan pajak dikenakan? Paulus mengusulkan pada saat nasabah melakukan likuidasi. Baik mencetak profit ataupun loss, dikenakan pajak final dengan tarif yang sudah ditentukan.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Bursa Komoditi (Bappebti) Tjahya Widayanti mengungkapkan, penerapan pajak final memang sudah lama menjadi keinginan pelaku industri. Saat ini, proses pengajuannya sudah dilakukan, tinggal menunggu keputusan dan penetapan. Bila hal ini dilakukan industri diyakini akan lebih bergairah karena investor tidak perlu pusing-pusing lagi menghitung dan melaporkan pajaknya.

“Sebenarnya potensi industri ini besar sekali. Banyak produk kita yang bisa kita jadikan price reference. Misalnya timah, CPO. Kami pemerintah tidak bisa memajukan industri sendiri. Kita harus sama-sama memajukan dan membuat industri ini lebih liquid,” jelas Tjahya. (*) Ari Astriawan

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

11 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

13 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

13 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

15 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

20 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

22 hours ago