Ilustrasi: Pengemudi ojek online (Ojol) menjemput penumpang di sekitar Stasiun Sudimara, Jalan Jombang Raya, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat, 2 Mei 2025. (Foto: Yulian Saputra)
Jakarta – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tumbuh pesatnya ekonomi berbasis teknologi, wacana mengubah status pengemudi ojek online dari mitra menjadi karyawan tetap kembali mencuat.
Namun, sejumlah pakar memperingatkan bahwa kebijakan tersebut bisa menjadi langkah mundur dalam ekosistem gig economy yang selama ini memberi ruang fleksibilitas dan menjadi penyangga ketenagakerjaan nasional.
Fithra Faisal Hastiadi, Executive Director Next Policy dan Dosen Universitas Indonesia, menilai bahwa platform on-demand telah berkembang menjadi “buffer” penting dalam menghadapi fluktuasi ketenagakerjaan nasional.
Terlebih, dalam periode Januari 2024 hingga April 2025, tercatat 96 ribu pekerja formal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Platform on-demand telah membentuk ekosistem microenterprise yang fleksibel dan berbasis teknologi. Namun, masyarakat yang mencari pendapatan di platform ini dan berstatus mitra tidak bisa disamakan begitu saja dengan karyawan. Mereka bekerja mandiri dan punya peran strategis di ekonomi digital,” ujarnya, dikutip Senin (26/5).
Baca juga: Ekosistem Ojol Kompleks, Pemerintah Diminta Cari Solusi Soal Komisi Layanan
Fithra mengingatkan bahwa regulasi tidak boleh membunuh karakteristik utama sektor ini—fleksibilitas. Ia mendorong agar pemerintah tidak memaksakan kerangka hubungan kerja konvensional terhadap entitas yang lahir dari disrupsi teknologi, melainkan mendorong regulasi yang adil, berbasis perlindungan dan pelatihan.
Senada dengan itu, Prof. Aloysius Uwiyono, Guru Besar Hukum Perburuhan dari Universitas Trisakti, menjelaskan bahwa secara hukum, hubungan antara pengemudi online dan aplikator lebih tepat dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jasa.
“Hubungan antara driver dan platform adalah hubungan horizontal. Ini bukan relasi pekerja dan pemberi kerja, melainkan kemitraan antara dua pengusaha. Driver punya aset, seperti motor atau mobil, dan aplikator menyediakan teknologi. Mereka sama-sama pelaku usaha,” tegasnya.
Menurut Aloysius, dorongan untuk menjadikan driver sebagai karyawan justru bisa menjadi langkah yang tidak sejalan dengan hukum ketenagakerjaan Indonesia.
Ia menegaskan bahwa “pekerja” dalam konteks hukum Indonesia adalah seseorang yang bekerja untuk orang lain dan menerima upah.
“Driver online bukan dalam kategori ini,” katanya.
Dari sisi kebijakan publik, Eisha Maghfiruha Rachbini, Direktur Program INDEF, menekankan pentingnya merumuskan regulasi yang adaptif terhadap realitas baru. Regulasi yang terlalu kaku dan memaksakan skema konvensional bisa berdampak buruk bagi inovasi dan daya saing.
“Inovasi dan teknologi harus tetap berkembang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang malah membuat demotivasi terhadap inovasi. Yang penting, semua pelaku usaha, formal atau informal, harus mendapatkan perlindungan sosial yang memadai,” ujar Eisha.
Baca juga: Terbongkar! Begini Cara Grab Bagi Tarif dengan Mitra Pengemudi Ojol
Tak kalah penting, Agung Yudha, Executive Director dari Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), menyoroti dampak besar sektor ini terhadap jutaan pelaku ekonomi, dari pengemudi hingga pelaku UMKM.
“Layanan digital di sektor ini menopang sekitar lima juta entitas dalam ekosistemnya. Jika tidak dikelola dengan bijak, kebijakan yang terlalu memberatkan salah satu sisi bisa mengganggu pertumbuhan yang selama ini sudah inklusif,” tuturnya.
Menurut Agung, kunci keberlanjutan sektor ini terletak pada regulasi yang seimbang,bukan hanya perlindungan terhadap konsumen dan mitra, tetapi juga ruang bagi usaha untuk tetap tumbuh dan berinovasi. (*)Alfi Salima Puteri
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More