Jakarta – Rencana pemerintah menjajaki potensi ekspor komoditi karet Tanah Air ke India, diyakini bakal meningkatkan peluang naiknya volume perdagangan komoditas ini. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) mendukung langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang terus mencari peluang pasar baru, dalam memasarkan produk karet domestik ke pasar internasional.
Ketua Umum Gapkindo Moenardji Soedargo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 26 Februari 2019 mengaku siap untuk melakukan sosialisasi lanjutan, bilamana rencana ekspor karet ke India disegerakan oleh pemerintah. Pada prinsipnya, kata dia, pengusaha karet siap mengejar peluang pasar yang baru. Gapkindo juga yakin, pasar India cocok dengan kualitas karet Indonesia yang tergolong baik.
“Kebanyakan perusahan dagang karet ini adalah perusahaan Singapura yang perannya sebagai dealer. Itu barangnya ekspor dari Indonesia,” ujarnya.
Selama ini, jelas dia, India sebenarnya sudah menggunakan hasil karet Indonesia, meskipun dibeli melalui perusahaan dealer yang ada di Singapura. Karenanya, mereka belum secara langsung menjalin kontak dengan Indonesia, terkait impor kebutuhan karet. Hal ini juga sejalan dengan langkah India yang mencari produsen karet, baru terlihat beberapa waktu belakangan ini.
Dirinya tak melihat ada kendala berarti yang menyebabkan kedua negara belum menjalin komunikasi langsung terkait ekspor-impor karet. Termasuk aspek produksi yang dinilainya masih sangat potensial, untuk memenuhi permintaan India. Terkait kualitas, tambah dia, karet Indonesia pasalnya masih menjadi pionir termasuk di antara anggota International Tripartite Rubber Council/ITRC) lainnya yakni Thailand dan Malaysia.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono pun menyatakan dukungannya terhadap misi dagang pemerintah. Ia menilai, penurunan bea masuk produk turunan sawit yang diputuskan dalam misi dagang di India yang digagas Menteri Perdagangan, diyakini akan mendongkrak penjualan komoditas andalan Indonesia tersebut. Dirinya berharap, penurunan tarif Bea Masuk tersebut benar-benar akan terealisasi.
Menurutnya, dengan penurunan bea masuk tersebut, penjualan CPO ke India bisa kembali seperti pada tahun 2016 atau 2017. “Ekspor kita tahun 2016 dan 2017, mungkin bisa kembali lagi,” ucapnya.
Untuk diketahui, pasca India menerbitkan kebijakan bea masuk hingga 50 persen untuk produk sawit Indonesia per-Maret 2018, ekspor sawit Indonesia ke India terus melorot. Data Gapki menunjukkan, ekspor CPO ke India pada 2016 mencapai 5,78 juta ton. Ekspor ini tumbuh 32 persen menjadi 7,63 juta ton pada 2017. Namun pada 2018 ekpor ke India turun 12,05 persen menjadi 6,71 juta ton.
Di sisi lain, harga karet alam tengah berada di level rendah sepanjang 2018 hingga awal 2019. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendorong harga karet, salah satunya dengan menyerap karet petani untuk campuran aspal. Terbaru, Special Ministerial Committee Meeting of the International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, juga telah mengeluarkan kebijakan tiga kebijakan.
Kebijakan dari sisi jangka pendek, menengah, dan panjang tersebut berupa pengaturan jumlah ekspor karet alam, peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri, dan peremajaan (replanting) karet alam. Menko Perekonomian Darmin Nasution sebagai wakil dari Indonesia menyebutkan kebijakan jangka pendek berupa pengaturan ekspor dari mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS).
Kebijakan tersebut dilanjutkan kebijakan jangka menengah dengan memaksimalkan penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme (DPS). Lalu, kebijakan jangka panjang melalui peremajaan karet alam melalui Supply Management Scheme (SMS).
Pentingnya implementasi AETS sebagai instrumen yang efektif menyelesaikan persoalan ketidakseimbangan stok di pasar global. Dalam hal ini, ITRC memutuskan mengurangi ekspor dari ketiga negara tersebut sebesar 200-300 ribu Metric Ton (MT), untuk jangka waktu tiga bulan ke depan.
Dalam misi dagang ke India di sela-sela India-ASEAN Expo and Summit ke 4: “Co-creating the Future”, pelaku usaha India juga menjajaki peluang untuk mengimpor karet, gambir dan kertas dari Indonesia.
Rombongan misi dagang Indonesia yang dipimpin Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tersebut juga menghasilkan sinyal positif bagi ekspor produk turunan sawit ke negeri Bollywood tersebut. Pasalnya, India membuka peluang penurunan bea masuk produk turunan sawit (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/RBDPO) asal Indonesia ke India menjadi 45 persen, dari sebelumnya 50 persen.
Dengan besaran 50 persen tersebut, berarti RBDPO asal Indonesia dikenai 5 pesen lebih tinggi dari bea masuk produk serupa asal Malaysia. (*)
Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More
Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran… Read More
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Jakarta - Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Suharyono menjelaskan kronologis polisi tembak polisi yang melibatkan bawahannya,… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More