Jakarta – Total aset dana pensiun di Indonesia masih terbilang kecil dibandingkan negara-negara lain. Hasil pengembangan dari investasinya pun relaif lebih rendah. Pelaku industri didorong untuk membuka diri terhadap instrumen investasi non tradisional, tapi dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Mengutip data OECD Pension Statistics, Nur Hasan Kurniawan, Ketua Umum Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (PDPLK) menuturkan, aset dana pensiun Indonesia per 2019 mencapat US$20,33 miliar.
Dibandingkan dengan pendapatan domestik bruto (PDB), porsinya hanya 1,8%. Angka tersebut sangat kecil dibandingkan negara-negara lain. Thailand misalnya, dengan total aset pensiun US$40,7 miliar, atau setara 7,3% terhadap PDB.
“Jumlah asetnya sudah termasuk kurang menyakinkan, hasil pengembangnya pun hanya 4,8%, lebih rendah dibandingkan negara-negara lain, apalagi negara anggota G20. Turki misalnya, pada tahun 2019, hasil pengembangnya ada di angka 10,8%. Padahal ketika itu mereka sudah masuk resesi ekonomi,” kata Nur Hasan dalam Webinar yang digelar Infobank Institute dan PT Sarana Multigriya Finansial (persero) atau SMF, Kamis, 5 November 2020.
Secara hipotesis, Nur Hasan mengatakan hal itu bisa jadi disebabkan pilihan instrumen investasi dana pensiun di Indonesia yang masih relatif tradisional. Selama ini, portofolio investasi dana pensiun di Tanah Air didominasi portofolio obligasi dan portofolio pasar uang. Contohnya untuk investasi DPLK, per Agustus 2020, sebesar 60,84% dari total investasi sebesar Rp98,58 triliun merupakan investasi dalam bentuk deposito berjangka. Kemudian surat berharga negara SBN (17,02%), obligasi korporasi (11,33%), reksadana (6,20%), dan saham (2,60%).
“Sedangkan untuk KIK-EBA sendiri, porsinya baru 0,13%. Nominalnya sekitar Rp123,59 miliar. Investasi dalam bentuk EBA secara regulasi diperbolehkan. Mungkin masih ada teman-teman yang belum begitu familiar dengan instrumen ini. Maka perlu edukasi dan sosialiasi lagi. Peserta dana pensiun juga perlu diedukasi untuk melakukan diversifikasi investasi, termasuk ke instrumen EBA. Seperti yang ditawarkan SMF ini kan potensinya bagus, ratingnya juga bagus, dan imbal hasilnya kompetitif,” pungkasnya. (*) Ari AS
Editor: Rezkiana Np
Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More
Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More
Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More
Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More
Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More
Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More