News Update

Industri Berharap Pengawasan Bank Kembali Ke BI

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai belum maksimal terhadap pengawasan industri jasa keuangan. Terlihat industri perbankan mayoritas menginginkan fungsi pengawasan perbankan dikembalikan ke BI.

Hal tersebut terungkap dari hasil survei bertajuk “Studi Penguatan Industri Keuangan: Perspektif Industri Terhadap Regulator” yang dilakukan oleh Lembaga Survei Citiasia bekerjasama dengan Biro Riset Infobank. Survei yang dilakukan pada rentang 28 November – 11 Desember 2019 itu menggunakan metode purposive sampling dengan 182 responden level manajer ke atas dari 114 industri perbankan, lembaga pembiayaan (multifinance), asuransi, dan lembaga jasa keuangan khusus.

Dari total responden, yang setuju pengawasan kembali ke BI sebanyak 53,4%. Sementara, yang setuju tetap dijalankan oleh OJK sebanyak 46,6%.
Terlihat yang setuju pengawasan dikembalikan ke BI berpendapat, dengan memberdayakan dua regulator, yakni BI dan OJK, dirasa kurang efektif.

“Utamanya ketika Bank Sentral selaku pengampu target moneter ingin mentransmisikan kebijakan moneter,” ujar Direktur Riset Citiasia Achmad Yunianto pada acara Fokus Group Discussion (FGD) di Jakarta, Selasa 28 Januari 2020.

Sementara itu, yang setuju pengawasan tetap di OJK berpendapat bahwa perekonomian nasional memerlukan adanya sinkronisasi antara pemerintah sebagai pengendali kebijakan fiskal, BI sebagai pengendali kebijakan moneter, dan OJK sebagai pengendali pelaksanaan pengaturan industri.

Di tempat yang sama, Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan,rendahnya peran pengawasan OJK dan saran agar peran OJK dikembalikan lagi ke Bank Indonesia (BI) menjadi masukan paling fundamental. “Banyaknya celah pengawasan dan penyelesaian sengketa perlu perbaikan,” katanya.

Bhima menambahkan, setidaknya ada tiga rekomendasi yang perlu dilakukan OJK. Pertama, menambah SDM pengawasan khususnya di industri keuangan non bank (asuransi dan lembaga pembiayaan). Kedua, OJK perlu mengefektifkan anggarannya, dengan cara misalnya menunda rencana pembangunan gedung dan menambah alokasi anggaran perlindungan nasabah.

Kemudian yang ketiga, OJK perlu melakukan pengawasan ke pasar modal, khususnya saham-saham kapitalisasi kecil dan IPO, sehingga jumlah saham gorengan bisa ditekan. (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

37 mins ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

1 hour ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

2 hours ago

Tinjau PLTU Suralaya, Bahlil Pastikan Suplai Listrik Wilayah Jamali Aman Selama Nataru

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengapresiasi kesiapan PLN dalam… Read More

2 hours ago

Per 20 Desember 2024, IASC Blokir 5.987 Rekening dan Selamatkan Dana Rp27,1 Miliar

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More

3 hours ago

KSEI Bidik Pertumbuhan 2 Juta Investor pada 2025

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More

3 hours ago