News Update

Indonesia Pamerkan Potensi Lithium di World Economic Forum 2019

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menunjukkan potensi industri lithium yang dimiliki Indonesia kepada para calon investor di World Economic Forum 2019 yang digelar di Davos, Swiss hingga 25 Januari mendatang.

Berdasarkan rilis yang diterima infobank, Rabu, 23 Januari 2018, lebih dari 3,000 orang peserta, mulai dari pelaku bisnis, pemerintahan, masyarakat sipil, seni, budaya, dan media berkumpul mengikuti forum ini dan membahas tantangan ekonomi global.

Indonesia, negara yang pertumbuhan ekonominya digerakkan oleh peningkatan angka saham, tenaga kerja, dan inovasi, akan mendapatkan puncak bonus demografi pada tahun 2030.

Hal ini juga akan memicu investasi yang lebih besar baik dari domestik maupun asing. Diperkirakan pertumbuhan terjadi sekitar 1 hingga 2 persen per tahun untuk tahun 2018 hingga 2030.

Pertumbuhan ini akan didorong oleh kegiatan ekspor dan investasi. Pertumbuhan 30 juta orang tenaga kerja pada tahun 2030, dan 50 persen dari angka tersebut akan diserap oleh industri manufaktur. Industri manufaktur akan berkontribusi lebih dari 25 persen dari angka GDP pada tahun 2030.

Baca juga: Kontribusi Manufaktur Indonesia Tertinggi di ASEAN

Dalam masa dinamis industri manufaktur, Indonesia memutuskan untuk memajukan industri baterai lithium. Lithium, memiliki kepadatan energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis baterai lain. Contohnya, NiCd, NiMH.

Hampir 60 hingga 80 persen bahan baterai Lihtium terdiri dari Nikel. Teknologi Nikel adalah pengganti dari penggunaan teknologi komposisi Nikel, Kobalt, dan Mangan. Ini terjadi karena terbatasnya suplai Kobalt, sementara harga Kobalt semakin hari semakin tinggi.

Belum banyak terpublikasikan bahwa Indonesia memiliki 16 persen dari sumber daya alam nikel laterit global. Nikel Laterit adalah unsur yang membentuk 73 persen sumber nikel murni, yang akan menjadi sumber utama pertambangan nikel.

Investasi Baterai Litium telah dilakukan di Morowali, Indonesia. Investasi tersebut meliputi pengembangan Nikel Smelting, dengan kapasitas produksi yang mencapai 50,000 ton/ per tahun, termasuk kapasitas produksi Nikel Hidroksida dan Kobalt Smelting dengan kapasitas yang mencapai 4,000/ tahun. Morowali Industrial Park adalah satu contoh yang baik untuk kawasan industri di Indonesia yang komprehensif, kawasan yang perlu diantisipasi sebagai penantang utama di sektor industri Indonesia dalam waktu dekat. (*)

Dwitya Putra

Recent Posts

Tok! Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

Jakarta - Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha… Read More

44 mins ago

440 Ribu Tiket Kereta Api Ludes Terjual, KAI Daop 1 Tambah Kapasitas untuk Libur Nataru

Jakarta - PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta terus meningkatkan kapasitas tempat duduk untuk Kereta… Read More

1 hour ago

Aksi Mogok Massal Pekerja Starbucks Makin Meluas, Ada Apa?

Jakarta – Starbucks, franchise kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) tengah diterpa aksi pemogokan massal… Read More

1 hour ago

Mandiri Bagikan Ribuan Paket Natal, Sembako-Kebutuhan Sekolah untuk Masyarakat Marginal

Jakarta - Dalam rangka menyambut Natal 2024, Bank Mandiri menegaskan komitmennya untuk berbagi kebahagiaan melalui… Read More

2 hours ago

Simak! Jadwal Operasional Bank Mandiri, BCA, BRI, BNI, dan BSI Selama Libur Nataru

Jakarta – Sejumlah bank di Indonesia melakukan penyesuaian jadwal operasional selama libur perayaan Natal dan… Read More

3 hours ago

Siap-Siap! Transaksi E-Money dan E-Wallet Terkena PPN 12 Persen, Begini Hitungannya

Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More

5 hours ago