Ilustrasi: Penerimaan pajak negara. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui pinjaman berbasis kebijakan sebesar USD500 juta untuk memperkuat proses modernisasi sistem perpajakan Indonesia.
Hal ini menandai subprogram pertama dari tiga subprogram di bawah Program Mobilisasi Sumber Daya Domestik (DRM/Domestic Resource Mobilization) ADB untuk Indonesia.
Prakarsa ini akan membantu Indonesia memperkuat kerangka kebijakan pajaknya, meningkatkan kepatuhan, dan mengurangi penghindaran pajak.
“Program ini merupakan momen yang sangat berarti dalam mendukung agenda keberlanjutan fiskal Indonesia. Dengan modernisasi administrasi pajak melalui digitalisasi dan penguatan kerja sama pajak internasional, Indonesia akan lebih memiliki kemampuan untuk membiayai prioritas pembangunannya sambil mempertahankan kestabilan makroekonomi,” ujar Jiro Tominaga, Direktur ADB untuk Indonesia dalam keterangannya, Kamis, 14 Agustus 2025.
Baca juga: INDEF Ungkap Biang Kerok Penerimaan Pajak per Agustus 2025 Turun 16,72 Persen
Jiro mengatakan, dukungan ADB akan membantu mengintegrasikan reformasi yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dan akan meningkatkan perolehan pendapatan melalui tiga bidang reformasi utama, yakni meningkatkan efisiensi administrasi pajak, meningkatkan kerja sama pajak internasional, serta memajukan kebijakan pajak yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
ADB memperkirakan bahwa subprogram pertama ini akan meningkatkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia hingga 1,28 poin persentase pada 2030, sehingga menciptakan ruang fiskal untuk pertumbuhan dan investasi yang berkaitan dengan kesejahteraan.
Berbagai reformasi tersebut juga akan membantu mempercepat kemajuan Indonesia menuju status negara berpenghasilan menengah ke atas.
Dalam hal ini, yang menjadi komponen kunci adalah operasionalisasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax)—platform perpajakan digital Indonesia yang baru.
Coretax diharapkan dapat merampingkan proses administrasi, meningkatkan layanan, meningkatkan akurasi dan granularitas data, serta memperkuat kapasitas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mendeteksi dan menangani ketidakpatuhan.
Baca juga: Sri Mulyani: Bayar Pajak Sama Wajibnya dengan Zakat dan Wakaf
Selain itu, program tersebut juga akan memperkuat kemampuan DJP dalam memerangi penghindaran pajak internasional, sejalan dengan Kerangka Inklusif OECD/G20 mengenai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)—prakarsa global guna memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak dengan porsi yang wajar, terutama di negara-negara tempat perusahaan tersebut melakukan usaha dan memperoleh keuntungan.
Reformasinya akan mengurangi biaya kepatuhan bagi dunia usaha di Indonesia dengan makin merampingkan berbagai proses restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), masalah penting bagi usaha kecil dan menengah melalui peningkatan dan percepatan proses penyelesaian sengketa pajak. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More