Ekonomi dan Bisnis

Indonesia Berpotensi Jadi Raksasa Industri Herbal

Jakarta – Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan kekayaan biodiversitas terbesar di dunia. Bahan baku obat-obatan berbahan alami jumlahnya sangat berlimpah.

Merujuk pada data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dari 30 ribu spesies tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat, sedikitnya ada 7.500 jenis tanaman yang diketahui berkhasiat obat dengan 800 di antaranya menjadi bahan jamu.

Menurut  Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak, pengembangan inovasi dan teknologi di bidang obat herbal, terutama fitofarmaka harus berujung pada industrialisasi sehingga Indonesia bisa mengurangi, bahkan lepas dari ketergantungan terhadap bahan baku obat yang saat ini 90 persen masih diimpor.

“Jika industri farmasi berbasis fitofarmaka lokal dikembangkan, bukan hanya melepaskan diri dari ketergantungan impor bahan baku, namun Indonesia bisa menjadi salah satu eksportir obat herbal terbesar di dunia,” kata Amin dikutip, Jumat, 3 Maret 2023.  

Saat ini, menurutnya, Indonesia baru menguasai kurang dari 1% pasar herbal dunia, sehingga pendekatan industrialisasi fitofarmaka dan modernisasi pengolahan obat tradisional seperti jamu menjadi keharusan agar obat herbal Indonesia mampu bersaing di pasar global.

Amin menambahkan, devisa yang dihasilkan sektor ini juga sangat menjanjikan. Ia mencontohkan obat masuk angin yang pangsa pasarnya di dalam negeri mencapai Rp2,5 triliun per tahun.

Indonesia, sarannya, memerlukan fasilitas uji pra klinis dan uji klinis agar obat herbal Indonesia bisa diakui di pasar global. Fasilitas uji tersebut harus dikembangkan di berbagai daerah, tidak terpusat di Jakarta ataupun Jawa saja.

“BRIN bisa berkolaborasi baik dengan perguruan tinggi maupun kementerian teknis dan pemerintah daerah, baik dari sisi riset dan pengembangan maupun pengujian obat,” jelas Amin.

Sementara, Direktur Utama PT Phapros Tbk Hadi Kardoko mengungkapkan sebagai bagian dari Holding BUMN Farmasi, Phapros sendiri telah lama mengembangkan dan memiliki produk fitofarmaka, bahkan menjadi salah satu inisiator produk fitofarmaka di kalangan industri farmasi di Indonesia.

“Obat tradisional sudah akrab dengan masyarakat Indonesia dan menjadi bagian warisan leluhur bangsa sejak ratusan tahun lalu, sehingga penetrasinya diharapkan lebih mudah,” ungkapnya.

Hadi menambahkan, bahwa produk fitofarmaka telah melewati proses penelitian yang panjang dan teruji secara klinis baik dari sisi khasiat maupun keamanan bagi penggunanya.

“Saat ini Phapros telah memiliki 2 produk fitofarmaka, yakni Tensigard untuk hipertensi dan X-Gra untuk stamina serta daya tahan tubuh. Kami berharap produk herbal kami yang lain akan tumbuh dengan pesat,” ujarnya. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Galih Pratama

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

14 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

15 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

15 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

16 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

16 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

19 hours ago