Perbankan dan Keuangan

INDEF Ungkap Dampak SVB ke Perbankan RI Minim, Tapi…

Jakarta – Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya, SVB dinilai tidak memiliki relasi secara langsung dengan dunia perbankan, startup, dan lainnya di Tanah Air.

“Secara langsung kecil (dampak) ya, karena SVB tak punya relasi langsung dengan perbankan dan startup di Indonesia. Jadi, implikasinya mungkin tidak besar,” ungkap Eko dalam webinar, Kamis, 16 Maret 2023.

Menurut Eko, dari sisi fundamental perbankan di Indonesia pun masih menggambarkan situasi yang sangat percaya diri. Terlebih, perbankan Indonesia dinilai telah berpengalaman menghadapi krisis keuangan global pada 2008.

“Seperti 2008, kita terselamatkan oleh model bisnis perbankan kita yang tidak rumit, bisa dikatakan masih tradisional. Jadi, tidak terkorelasi dunia internasional secara dalam, ini yang memutus efek berantainya,” ungkapnya.

Meski begitu, lanjut Eko, bukan berarti dunia perbankan Indonesia terlena. Pemerintah harus tetap waspada dengan melakukan langkah-langkah preventif atas kolapsnya SVB.

“Kita harus mulai me-review lagi tingkat prudent perbankan. Sehingga terpetakan, bank mana yang memerlukan pengawasan serius. Tapi, sejauh ini sih nggak ada pengaruhnya secara fundamental,” kata Eko.

Baca juga: IBI: SVB Effect Tak Akan Guncang Bank-Bank di Indonesia

Masih menurut Eko, dampak kolaps SVB secara tidak langsung terhadap perbankan di Indonesia masih tetap ada. Pasalnya, situasi runtuhnya SVB menimbulkan kepanikan, bahkan berujung pada makin berkurangnya tingkat kepercayaan terhadap industri perbankan. 

“Dari volatilitas IHSG yang meningkat. Ini bisa memacu sintimen negatif ke pasar global, khususnya keuangan. Jika tidak bisa diatasi segera, bisa merembet ke mana-mana,” jelas Eko.

Eko mengakui, di balik keruntuhan SVB, ada sisi “positif” yang bisa dirasakan bagi industri keuangan global. Sebab, kata Eko, ke depannya The Fed akan lebih berhati-hati dan tidak akan agresif dalam menentukan kebijakan suku bunga. 

“Saya rasa The Fed tidak akan agresif lagi ke depan, sampai situasi bank benar-benar bisa beradaptasi semua terhadap kebijakan AS dalam menormalisasi suku bunga,” ujarnya.

Masih menurutnya, apabila suku bunga The Fed landai, tekanan terhadap kurs Rupiah diyakini akan berkurang. Namun, jika volatilitas pasar modal Indonesia tetap terjadi, “kemewahan” terhadap aksi The Fed yang diprediksi melandai, tidak akan bisa dirasakan dampak positifnya bagi perbankan Tanah Air.

“Bagaimana pun, pasar modal dan keuangan related. Sahamnya kalau memerah terus di pasar modal, nggak mungkin juga rupiah menguat,” tutupnya.(*)

Galih Pratama

Recent Posts

Askrindo Dukung Gerakan Anak Sehat Indonesia di Labuan Bajo

Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More

2 mins ago

Konsumsi Meningkat, Rata-Rata Orang Indonesia Habiskan Rp12,3 Juta di 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengeluaran riil rata-rata per kapita masyarakat Indonesia sebesar Rp12,34 juta… Read More

3 hours ago

Laba Bank DBS Indonesia Turun 11,49 Persen jadi Rp1,29 Triliun di Triwulan III 2024

Jakarta - Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba… Read More

4 hours ago

Resmi Diberhentikan dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Saya Terima dengan Profesional

Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More

5 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Merah 0,74 Persen ke Level 7.161

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 15 November 2024, masih ditutup… Read More

5 hours ago

Naik 4 Persen, Prudential Indonesia Bayar Klaim Rp13,6 Triliun per Kuartal III-2024

Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More

6 hours ago