Moneter dan Fiskal

INDEF Ungkap Biang Kerok Penerimaan Pajak per Agustus 2025 Turun 16,72 Persen

Jakarta – Penerimaan pajak negara mengalami tren kontraksi sejak awal 2025. Hingga 11 Agustus 2025, penerimaan pajak baru mencapai Rp996 triliun, turun 16,72 persen atau baru 45,51 persen dari target Rp2.189,3 triliun tahun ini.

Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto mengatakan, penurunan penerimaan pajak tersebut disebabkan ekonomi domestik.

Baca juga: Kemenkeu Ungkap Rasio Perpajakan Masih Berpotensi Meningkat

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen. Namun, menurut Eko, data tersebut bersifat anomali jika melihat berbagai indikator ekonomi yang kurang baik.

“Pajak kenapa turun itu karena ekonomi kita sebenarnya melambat. Nah, kemarin data BPS kan, makanya kita sebut juga anomali,” ujar Eko kepada wartawan di acara talk show 30 Tahun INDEF, Kamis, 14 Agustus 2025.

Baca juga: Penerimaan Pajak Anjlok 16,72 Persen di Pertengahan Agustus 2025, Baru Terkumpul Rp996 T

Eko menjelaskan, penjelasan BPS yang relatif masuk akal secara teknis terkait pertumbuhan ekonomi adalah sumbernya berasal dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang sebagian terinvestasi di peralatan mesin, alutista, dan lain-lain.

Penyebab utama turunnya penerimaan pajak RI adalah perlambatan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada PPh Badan, banyak industri atau perusahaan mengalami penurunan keuntungan dibanding tahun lalu, bahkan cenderung merugi, yang ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca juga: Sri Mulyani: Bayar Pajak Sama Wajibnya dengan Zakat dan Wakaf

Sementara di sisi PPN, melemahnya daya beli masyarakat menekan penjualan barang dan konsumsi.

“Nah, karena banyak orang tertekan daya belinya sehingga penjualan itu rata-rata pada turun kan, konsumsi turun maksudnya. Ini otomatis penerimaan pajaknya juga turun,” tambahnya.

PNBP dan Pajak Ekspor Ikut Lesu

Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga melemah akibat penurunan pajak ekspor, yang dipicu harga komoditas yang cenderung anjlok.

“Tiga komponen ini turun dalam waktu bersamaan, walaupun katanya PMTB naik, pajak tetap nggak bisa nendang, nggak bisa meningkat,” ungkap Eko. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

Balikkan Keadaan, Emiten PEHA Kantongi Laba Bersih Rp7,7 M di September 2025

Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More

34 mins ago

Unilever Bakal Tebar Dividen Interim Rp3,30 Triliun, Catat Tanggalnya!

Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More

40 mins ago

Hadapi Disrupsi Global, Dua Isu Ini Menjadi Sorotan dalam IFAC Connect Asia Pacific 2025

Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More

1 hour ago

BAKN DPR Minta Aturan Larangan KUR bagi ASN Ditinjau Ulang, Ini Alasannya

Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More

2 hours ago

IHSG Sesi I Ditutup Menguat ke 8.655 dan Cetak ATH Baru, Ini Pendorongnya

Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More

3 hours ago

Konsumsi Produk Halal 2026 Diproyeksi Tumbuh 5,88 Persen Jadi USD259,8 Miliar

Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More

4 hours ago