Jakarta – Pada Senin, 24 Maret 2025, pemerintah meresmikan susunan manajemen Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) selaku badan yang mengelola aset negara.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pembentukan kepengurusan Danantara punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan atau keunggulannya, Danantara memiliki dewan penasihat yang namanya sudah teruji secara internasional, dan manajemen eksekutif diisi oleh profesional.
Di balik kelebihan tersebut, kepengurusan Danantara tak luput dari kelemahan. Ariyo DP Irhamna, Peneliti Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, menyebut kelemahan pertama, yakni pengurus yang terlalu gemuk.
Baca juga: Susunan ‘Obesitas’ BPI Danantara: Ada Jokowi, SBY, Thaksin, Jaksa Agung, hingga Ketua KPK
“Utamanya, untuk badan pengelolaan investasi yang masih ‘newborn’, ini cukup gemuk di tengah. Dalam pandangan saya, ini berisiko menciptakan tumpang tindih tanggung jawab, terutama jika pembagian peran tidak jelas,” ujarnya dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk “Danantara: Menuju Transformasi Atau Ambisi Sentralisasi” pada Selasa, 25 Maret 2025.
Selain itu, kata Ariyo, biaya koordinasi dinilai akan tinggi dan berpotensi menghambat pengambilan keputusan. Manajemen Danantara juga dinilai punya hierarki yang tidak seimbang.
Akibatnya, ada peluang ketimpangan beban kerja, khususnya di pihak Chief Executive Officer (CEO), yang membawahi 10 managing director, Chief Investment Officer (CIO), dan Chief Operating Officer (COO).
“Poin selanjutnya adalah konflik kepentingan. Kehadiran Menko dan Mensesneg, yang membawahi kebijakan nasional, dalam pandangan saya, berisiko mendorong intervensi politik dalam keputusan investasi,” kata Ariyo.
Ini juga dinilai menimbulkan lambatnya birokrasi. Ariyo mencontohkan, menjadwalkan rapat dengan pengurus manajemen akan sulit, karena kesibukan masing-masing. Dikhawatirkan, keputusan yang keluar dari rapat akan bersifat kompromistis.
Ariyo juga menyoroti dewan pengawas Danantara yang minim independensi dan didominasi politisi. Padahal, seharusnya keberadaan mereka mengawasi manajemen. Tapi, terlihat kehadiran dewan pengawas seakan menjadi perpanjangan tangan pemerintah.
Baca juga: Banyak Tokoh Internasional Jadi Pengurus Danantara, Rosan Beberkan Alasannya
“Dalam pandangan saya, dewan pengawas ini seperti menjadi perpanjangan (tangan) pemerintah. Di C-levelnya saja ada Pak Rosan sebagai Menteri Investasi, ada Wamen BUMN juga. Ini sangat minim independensi,” tegas Ariyo.
Terakhir, Ariyo menganggap dewan pengarah memiliki pengaruh politik yang terlalu kuat. Akibatnya, ada peluang bagi mereka untuk melakukan intervensi, dan nantinya akan memengaruhi persepsi pasar. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira… Read More
Jajaran Direksi dan Komisaris BTN berfoto bersama usai RUPS Tahunan yang diadakan di Jakarta. Direktur… Read More
Jakarta - Para pemegang saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) telah menyetujui akuisisi… Read More
Jakarta – Sejumlah bank di Indonesia menyesuaikan jadwal operasional selama libur Idulfitri 1446 H. Penyesuaian… Read More
Jakarta - PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) telah menyiapkan layanan Sapa Raya 24 jam,… Read More
Jakarta – Mudik menjelang hari raya Idulfitri merupakan bagian dari tradisi yang dilakukan oleh masyarakat… Read More