Nilai tukar Rupiah yang saat ini sudah berada di level Rp14.000 per USD, dikhawatirkan akan berdampak kepada daya tahan industri di sektor rill. Rezkiana Nisaputra
Jakarta–Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS seharusnya sudah dapat dijaga sejak tahun 2008, dimana saat itu sudah menginjak di level Rp8.000 per USD, sehingga saat ini Rupiah tidak sampai pada level terendahnya di Rp14.000 per USD.
“Fluktuasi soal nilai tukar, ketika tidak ada policy respons, maka Rupiah kian anjlok. Kalau pemerintah aware sejak 2009, sejak krisis 2008 di atas Rp8.000 per USD, ketika itu pemerintah tidak peka atas batas psikologis yang terjadi,” ujar Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati, di Jakarta, Senin, 24 Agustus 2015.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, jika Rupiah sudah melampaui batas psikologis pasar, maka seharusnya pemerintah dan BI melakukan antisipasi dalam bentuk tindakan.
“Harus ada tindakan. Kalau misalnya Rp10.000 per USD, seharusnya semakin mendorong fokus industri impor dan hilirisasi, maka bisa seperti posisi China, ketika masih ketergantungan sama impor dan komoditas, ketika itu mengalami depresiasi nilai tukar, itu yang membuat jadi momok menakutkan,” ucap Enny.
Dia mengkhawatirkan, kondisi Rupiah yang saat ini sudah berada di level Rp14.000 per USD, akan berdampak kepada industri sektor rill yang tidak mampu membeli bahan baku lantaran Dolar yang begitu tinggi. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi produksinya dan menimbulkan kerugian sehingga bangkrut.
Sementara di tempat yang sama, Ekonom INDEF, Fadhil Hasan menambahkan, pelemahan nilai tukar Rupiah yang saat ini terjadi, karena pemerintah tidak bisa memberikan rasa ketenangan di pasar. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi pun melakukan reshuffle kabinetnya yang bertujuan agar dapat memberikan respon positif ke pasar.
“Kalau dahulu tahun 2008, Sri Mulyani dan Boediono itu keliatan koordinasinya antara moneter dan fiskal. Mereka berdua menyampaikan langkah yang terukur kepada publik, tapi sekarang bagaimana pun yang bisa koordinasi fiskal dan moneter dalam siatusi ini presiden. Ini tidak, Presiden enggak bilang langkah-langkah langsung,” tutupnya. (*)
@rezki_saputra
Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menggandeng holding BUMN pangan ID FOOD dalam pelaksanaan program… Read More
Jakarta – STAR Asset Management (STAR AM) mengajak investor memanfaatkan peluang saat ini untuk berinvestasi… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More