Keuangan

Indef: Program Penjaminan Polis Berpotensi Picu Moral Hazard

Jakarta – Saat ini usulan pembentukan program penjamin polis telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Jika RUU yang berformat omnibus law ini terealisasi, nantinya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan memiliki tugas baru yaitu menjamin polis-polis nasabah asuransi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan, berkaitan dengan program penjaminan polis yang tengah dibahas, diperlukan kehati-hatian dalam pengesahannya karena akan menjadi potensi moral hazard. Alasannya, nantinya bisa saja pengelola asuransi akan terlena dan semakin tidak profesional dalam mengelola perusahaan asuransi.

“Karena asuransi ini sekarang ada mekanisme produk perlindungan, investasi, dan kombinasi dari beragam produk-produk yang ada dalam perusahaan asuransi itu sendiri, ini kemudian yang membuat praktiknya sulit dibedakan. Apalagi, uang dalam pengelolaan asuransi ini memang sulit untuk diawasi,” tegasnya, dalam sebuah webinar, Jumat, 25 November 2022.

Karena jika segera disahkan, lanjut Tauhid, program penjaminan polis ini bisa saja akan membuat pengawasan asuransi semakin lemah dan menjadi insentif bagi perusahaan asuransi untuk membuat skema asuransi yang kurang prudent. Akhirnya, hal ini justru membuat moral hazard semakin besar.

“Pengalaman di banyak negara, pengembalian dana bail out penjaminan ini sulit yang akan kembali 100%, rata-rata di bawah 20%. Akhirnya harus siap-siap rugi kalau ini dijaminkan. Itu yang membuat di satu sisi akhirnya asuransi menjadi kurang profesional di dalam menjalankan tata kelola,” katanya.

Menurut Tauhid, kita semua harus aware. Belum lagi, jika melihat beberapa pasal di dalam RUU P2SK, maka LPS harus dapat menerbitkan surat utang. Jika hal itu berlaku maka LPS sendiri yang akan menanggungnya dan akan menjadi beban keuangan yang cukup lama dan berkelanjutan. Bahkan hal terburuk yang bisa saja terjadi, LPS akan menjadi sebuah masalah, bukan solusi untuk suatu masalah.

“Ini yang kemudian saya kira perlu dikhawatirkan kalau program penjaminan polis ini masuk ke dalam yang harus ditanggung juga oleh LPS. Saya kira solusi lain adalah membuat bagian dari sistem asuransi tersebut yang bersifat balance. Caranya dengan mengurangi potensi-potensi risiko, produk-produknya diawasi, proses early warning system dan sebagainya sehingga itu bisa lebih baik,” terang Tauhid. (*) Bagus Kasanjanu

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

IHSG Sesi I Ditutup Merah ke Level 6.991, Ini Biang Keroknya

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More

5 mins ago

Hore! Mulai 21 Desember, BI FAST Mendukung Transaksi hingga 500 Rekening Sekaligus

Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan memperluas layanan BI FAST dengan menghadirkan fitur transaksi kolektif (bulk… Read More

35 mins ago

Harga Saham MDIY Terjun Bebas usai Pencatatan Perdana di BEI

Jakarta – Harga saham PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) anjlok 24,24 persen atau terkena… Read More

1 hour ago

Peran Jasa Keuangan Sangat Krusial Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Jakarta - Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta sekaligus Anggota Dewan Komisioner… Read More

1 hour ago

Dukung Pariwisata Medis, Bank Mandiri Gandeng Bali International Hospital

Bali - Bank Mandiri terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor kesehatan melalui penyediaan solusi perbankan… Read More

2 hours ago

Libur Nataru, IFG Life Hadirkan Asuransi Perjalanan yang Praktis dan Terjangkau

Jakarta - PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) menghadirkan produk asuransi perjalanan yang praktis dan… Read More

2 hours ago