INDEF: Indonesia Harus Proaktif Manfaatkan Potensi Ekonomi Syariah

INDEF: Indonesia Harus Proaktif Manfaatkan Potensi Ekonomi Syariah

Jakarta – Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan ekonomi syariah di tingkat global. Pasar berbasis prinsip Islam terus berkembang, didorong oleh jumlah penduduk Muslim dunia yang diperkirakan mencapai lebih dari 2 miliar jiwa pada 2024, atau sekitar 25 persen dari total populasi dunia.

Menurut A. Hakam Naja, Penasihat Center for Sharia Economic Development – Institute for Development of Economics and Finance (CSED-INDEF), Indonesia sendiri memiliki lebih dari 245 juta penduduk Muslim. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar ekonomi syariah terbesar di dunia.

“Supaya potensi besar ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, Indonesia harus memastikan bahwa pasar ekonomi syariah ini tidak dimanfaatkan oleh negara atau pihak lain. Kita harus proaktif mengoptimalkan peluang ini,” ujar Hakam, dalam paparannya secara virtual, Jumat, 31 Januari 2024.

Baca juga: Konsisten Berdayakan UMKM, BSI Dapat Alokasi Rp17 Triliun KUR Syariah

Peran Indonesia dalam Organisasi Ekonomi Syariah Internasional

Hakam menjelaskan bahwa Indonesia tergabung dalam berbagai organisasi internasional yang mendukung pengembangan ekonomi syariah.

Sebagai anggota ASEAN, Indonesia berada di kawasan dengan 275 juta penduduk Muslim. Selain itu, Indonesia juga merupakan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang terdiri dari 57 negara dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8,9 triliun dolar AS pada 2023. Negara-negara OKI juga menyumbang 8,5 persen dari PDB global.

“Dengan potensi ekonomi yang besar ini, Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih aktif agar tidak hanya menjadi negara yang pasif,” tambahnya.

Indonesia juga tergabung dalam The Developing Eight (D-8), organisasi yang berisi delapan negara dengan total populasi lebih dari 1,2 miliar jiwa, atau sekitar 60 persen dari populasi Muslim dunia. Gabungan PDB negara-negara D-8 mencapai 4,29 triliun dolar AS pada 2023, yang membuat Indonesia menjadi salah satu pemain kunci di pasar ekonomi syariah global.

Selain itu, Indonesia baru bergabung dengan BRICS, kelompok negara yang menguasai 40 persen produksi dan ekspor minyak mentah global. Hakam menilai bahwa kerja sama ini bisa menjadi peluang untuk memperkuat ekonomi syariah Indonesia.

Baca juga: Prabowo Jajaki BRICS, Bagaimana Nasib OECD yang Dirintis Jokowi?

Hakam juga menyoroti langkah Indonesia yang sedang berupaya menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Organisasi ini berisi 38 negara maju yang mencerminkan sekitar 60 persen nilai PDB dan perdagangan global. Kalau bisa bergabung di organisasi ini, Indonesia bisa mendapat keuntungan, seperti green governance, good governance, green economy, hingga suistanable development,” ungkapnya.

Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia

Di sektor pasar modal syariah, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) tercatat naik 1,41 persen pada 2024, dengan saham syariah menguasai lebih dari 55 persen pasar Bursa Efek Indonesia.

Selain itu, Sukuk Negara Indonesia juga mengalami peningkatan positif, dengan nilai mencapai Rp1.627,68 triliun, atau 20,8 persen dari total obligasi negara.

Strategi untuk Menjadikan Indonesia Pusat Ekonomi Syariah

Melihat berbagai potensi yang ada, Hakam menegaskan bahwa Indonesia berpeluang menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Namun, diperlukan langkah konkret untuk mewujudkannya.

Salah satunya adalah menyusun cetak biru ekonomi syariah dalam Undang-Undang ekonomi syariah, serta mengkonsolidasikan peran pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah.

“Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Hal yang harus dilakukan membuat cetak biru ekonomi syariah dalam UU ekonomi syariah; mengonsolidasi kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah; meningkatkan perdagangan produk halal dengan seluruh negara berpenduduk muslim; memperkuat investasi PMA dan PMDN di bidang ekonomi halal; menjadikan industri halal sebagai ujung tombak pembangkitan kembali industri/Re-Industrialisasi, setelah lebih dari dua dekade Indonesia mengalami de-Industrialisasi,” katanya.

Baca juga: Investasi Naik Tapi Serapan Tenaga Kerja Minim, Ini Solusi Menteri Rosan Roeslani

Di samping itu, Indonesia harus meningkatkan perdagangan produk halal dengan negara-negara Muslim lainnya dan memperkuat investasi di sektor ekonomi halal.

Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah pengelolaan ekosistem ekonomi terkait haji dan umrah. Diperkirakan, perputaran uang dari sektor ini akan mencapai Rp194 triliun pada 2030.

Dalam hal ini, Hakam menegaskan bahwa Indonesia harus memastikan lebih banyak pengusaha dalam negeri dapat terlibat, terutama dalam penyediaan produk dan layanan untuk jamaah haji dan umrah. (*) Ayu Utami

Related Posts

Top News

News Update