Moneter dan Fiskal

INDEF Desak BI Pangkas Suku Bunga Acuan, Ini Alasannya

Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta Bank Indonesia (BI) untuk mulai memangkas suku bunga acuan atau BI-rate. Pasalnya, tensi global sudah memberikan sinyal membaik untuk BI segera melakukan relaksasi kebijakan moneter.

Ekonom sekaligus Wakil Direktur  INDEF Eko Listiyanto mengatakan, dengan perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memberikan sinyal kuat untuk menurunkan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) perlu disambut oleh BI.

Eko menyebut bahwa BI tak perlu harus selalu menunggu aksi dari negara-negara maju untuk berani mengambil keputusan dari kebijakan moneternya yang lebih ekspansif. Namun, tetap mempertimbangkan dinamika global.

Baca juga: Inflasi Mereda, The Fed Beri Sinyal Kuat Pangkas Suku Bunga di September 2024

“Padahal sebetulnya indikasi dari kebijakan itu bisa kita ukur. Jadi INDEF menyarankan karena suku bunga kita tinggi dan ada kebutuhan untuk menurunkan suku bunga itu, tanda-tanda global yang dikhawatirkan oleh pemerintah semakin mereda tensi globalnya, kita butuh penurunan suku bunga saat ini,” ujar Eko dalam Diskusi Publik Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis 12 September 2024.

Lebih lanjut, Eko menjelaskan, sinyal pertama untuk BI dapat menurunkan suku bunganya, yakni data inflasi AS yang cenderung menurun di level 2,5 persen. Sehingga, adanya indikasi kuat untuk FFR akan mulai dipangkas.

“Dari berbagai macam riset dan juga survei, menggambarkan ekspektasi penurunan FFR kian menguat di September ini, sebagian besar menduga potongan pertama FFR 25 basis poin (bps),” jelasnya.

Baca juga: Beban Utang RI Semakin Numpuk, INDEF Kasih Solusi Begini

Lebih lanjut, tensi geopolitik yang mulai mereda, meskipun pada sejumlah isu konflik masih terjadi, namun kecenderungannya mulai menurun. Hal ini membuka ruang untuk momentum menggerakan sektor riil.

Dari domestik, nilai tukar rupiah juga menguat terhadap dolar AS, di mana pada beberapa bulan yang lalu rupiah tembus diatas Rp16.000 per dolar AS, namun saat ini sudah menguat di level Rp15.400.

“Jadi sebetulnya semakin terlihat tanda-tanda bahwa kita harus merespon secara cepat untuk menggerakan oerekonomian,” imbuh Eko.

Selanjutnya, cadangan devisa RI juga sudah menembus USD150 miliar. Eko menyebut, ini merupakan posisi tertinggi sepanjang sejarah perolehan cadangan devisa dan cukup untuk meredam dampak dari tensi global. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Neraca Perdagangan RI Oktober 2024 Surplus USD2,48 Miliar

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar USD2,48… Read More

2 mins ago

RUPSLB Bank Banten Sepakati Pergantian Pengurus, Ini Susunan Direksi dan Komisaris Terbaru

Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) baru saja menggelar Rapat Umum… Read More

13 mins ago

Dolar Menguat, Rupiah Tertekan ke Rp15.938 Imbas Sikap The Fed

Jakarta - Rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan dolar… Read More

42 mins ago

PPATK Blokir Rekening Ivan Sugianto, Pengusaha yang Viral karena Intimidasi Siswa

Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sejumlah rekening milik Ivan Sugianto… Read More

58 mins ago

IHSG Kembali Dibuka pada Zona Merah ke Level 7.204

Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Jumat (15/11), pukul 9.00 WIB Indeks Harga Saham… Read More

1 hour ago

Naik Rp4.000, Harga Emas Antam jadi Segini per Gramnya

Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang, hari ini, Jumat, 15 November… Read More

1 hour ago