Jakarta – Penugasan kepada Bulog untuk mengimpor bawang putih dipandang sulit dilakukan BUMN itu sendirian mengingat modal yang terbatas. Kondisi ini, dikhawatirkan justru membuka ruang penyelewengan penjualan hak impor bawang putih Bulog kepada pihak ketiga.
Ekonom Universitas Indonesia (UI), Lana Soelistianingsih berpandangan, setidaknya ada dua kerawanan ini. Di satu sisi, Bulog memiliki keterbatasan dana sehingga tidak mampu melakukan impor. Di sisi lain, karena keterbatasan dana tersebut, BUMN ini akhirnya menjual hak impornya kepada importir lain untuk mengambil keuntungan.
“Dalam hal mungkin hak impornya itu dijual ke orang lain kemudian dihargai mahal untuk mengambil keuntungan itu. Itu ada potensi,” ujar lana dalam keterangannya, Senin, 25 Marte 2019.
Pengalihan hak impor kepada pihak ketiga pun sangat mungkin dengan harga berlipat ganda dibandingkan harga yang seharusnya.
“Saya Bulog, saya nggak punya uang. Saya tahu ada yang punya uang. Kamu mau nggak impor, tapi atas nama saya? Oke. Harga berapa? 100? Bikinlah Rp150, misalnya,” tambah Lana.
Ia tak menampik memang selama ini Bulog berperan sebagai stabilisator untuk komoditas-komoditas strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun untuk meminimalkan potensi penyelewengan yang dapat terjadi, ada baiknya peran Bulog lebih diarahkan sebagai evaluator, bukan sebagai pelaku impor langsung.
Di samping itu, Lana menyerankan, pemerintah tetap harus menetapkan harga eceran tertinggi terhadap komoditas khususnya pertanian. Tujuannya agar siapa pun pihak yang mengimpor berupaya tinggi mencari harga rendah agar nilai jual komoditas terkait di pasaran tidak melambung.
Senada, pengamat ekonomi Prof. Didik J Rachbini melihat saat ini kapasitas Bulog sudah sangat menurun sehingga akan tidak mampu untuk mengurus bawang putih. Karena ketidakmampuan dana tersebut, ia pun meyakini Bulog akan meminta bantuan swasta untuk melakukan impor komoditas tersebut. Kinerja penyerapan padi petani pun tak menggembirakan.
“Kalau Bulog nggak punya dana, dia ngambil swasta. Berbagi untung dengan swasta. Itu sama dengan monopoli,” ucapnya
Praktik semacam itu, diungkapkan Didik sudah terjadi sejak lama. Tak tertutup kemungkinan ini berulang. Disarankan Bulog fokus saja kepada komoditas utama, yaitu beras, mengingat kapasitas dananya yang terbatas.
Ia pun menyadari saat ini impor bawang putih memang diperlukan mengingat tidak cukupnya suplai bawang putih dari petani-petani lokal. Namun, ia melihat lebih baik impor untuk komoditas ini dibiarkan berjalan bebas, tanpa ada proses penunjukan.
Sementara itu, menurut anggota Komisioner KPPU Guntur Sirangih mengatakan, ada indikasi persaingan dagang tidak sehat dalam penunjukan Bulog untuk mengimpor bawang putih. Pasalnya, ada perbedaan perlakuan kepada Bulog dengan kepada pengimpor lainnya.
Ia menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017, importir diwajibkan untuk melakukan penanaman bawang putih sebesar 5% dari kuota impornya. Namun, dalam impor yang dilakukan oleh Perum Bulog, ketentuan ini tidak diwajibkan.
“Kan Kementan harusnya minta tanam 5 persen, kalau Bulog yang impor enggak,” paparnya. (*)
Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More
Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran… Read More
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Jakarta - Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Suharyono menjelaskan kronologis polisi tembak polisi yang melibatkan bawahannya,… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More